Menurut saya sih ada yang ganjil. Beberapa kasus serupa mendapatkan hukuman lebih dari itu."
Jakarta (ANTARA News) - Beberapa waktu lalu Majelis hakim menjatuhkan vonis enam bulan masa percobaan kepada Rasyid Amrullah Rajasa, setelah kecelakaan mobil di lintas jalan bebas hambatan pada 1 Januari silam. Kelalaian Rasyid tersebut menyebabkan orang meninggal dan luka berat. Majelis hakim menerapkan pasal 14 a KUHP tentang Pidana Bersyarat yang bertujuan sebagai wujud pencegahan agar tidak melakukan hal yang sama.

Namun beberapa masyarakat yang manaruh perhatian pada kasus ini ternyata memiliki pendapat yang berbeda.

"Menurut saya sih ada yang ganjil. Beberapa kasus serupa mendapatkan hukuman lebih dari itu," ujar Randy Hariman, seorang karyawan swasta.

Randi berpendapat bahwa proses penanganan kasus yang menimpa anak menteri ini terkesan 'sederhana' dan tampak 'sepele'. "Enam bulan pun mungkin akan dipotong masa penahanan, sehingga tidak genap enam bulan. Ini ajaib, hukum yang aneh," kata Randy kepada AntaraNews.

Pendapat serupa dilontarkan oleh Vinia Amelie, seorang mahasiswi fakultas hukum di satu universitas swasta di Jakarta. Amelie berpendapat sejak kasus ini terungkap, seperti ada yang berusaha untuk meredamnya.

"Dari awal memang sudah aneh. Makanya ketika divonis hanya enam bulan masa percobaan, saya nggak heran. No wonder laah, ada yang melindungi pastinya," kata mahasiswi berusia 22 tahun itu.

Vinia menyatakan pendapatnya tersebut berdasarkan proses penanganan kasus yang menurutnya ditutup-tutupi.

"Bila memang mau adil, lantas kenapa pelaku sempat disembunyikan, kenapa pula rumah sakit tempat dia dirawat harus dirahasiakan," tandas Vinia.

Masih segar dalam ingatan, kasus 'Xenia Maut' yang menjadikan Afriyani sebagai seorang terpidana. Proses penanganan kasus ini bergulir dengan cepat, dan sangat terbuka. Media juga memberitakan dengan sangat gamblang.

"Coba lihat kasus Afriyani atau kasus tabrakan yang melibatkan model yang katanya bipolar itu deh. Nggak ada basa basi soal masalah kejiwaan, semua langsung masuk bui," ujar Agustinus seorang karyawan yang berdomisili di daerah Tomang.

Agus menduga bahwa tampak adanya kekebalan hukum pada beberapa penguasa, seperti jaman Orde Baru. Dia berpendapat bila hukum memang berpihak pada keadilan dan tidak pandang bulu.

Sadar akan pendapat bahwa ada dugaan KKN dan faktor kekebalan hukum, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur Suharjono menegaskan tidak ada unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) terkait vonis terhadap Rasyid.

"Saya tegaskan tidak ada unsur KKN dalam vonis yang akan dibacakan," kata Suharjono beberapa waktu usai vonis Rasyid dijatuhkan. Suharjono mengatakan tidak ada intervensi, maupun unsur suap atau sejenisnya kepada hakim terkait kasus yang melibatkan Rasyid ini.

Hal ini disampaikan Suharjono untuk membantah rumor yang beredar di masyarakat soal KKN.

Mengkomentari apa yang disampaikan oleh Suharjono, Agustinus berpendapat bahwa proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum hanya basa basi alibi semata.

"Masyarakat Indonesia ini gampang panas, tapi cepat lupa. Jadi menurut saya, proses hukum itu cuma basa-basi supaya masyarakat Indonesia tenang," ujar dia.

Sebagai seorang karyawan yang bekerja di bidang media massa, Agustinus merasa bagi bisnis media terlalu lama mengulas kasus Rasyid tidak akan membantu meningkatkan ratting. "Coba lihat, kebanyakan ibu rumah tangga tidak akan tertarik mengikuti kasus Rasyid. Paling-paling mereka hanya berujar ah gimana sih, kok begitu," komentar Agustinus.

Namun pendapat Agustinus ternyata salah. Marsudirini, seorang ibu rumah tangga beranak tiga ini, dengan keyakinan penuh menyatakan bahwa dia mengikuti kasus Rasyid.

"Saya pikir mungkin Rasyid bersikap kooperatif sepanjang proses hukum, sehingga hukumannya diringankan oleh para hakim," kata perempuan yang akrab disapa Marin ini.

Pendapat Marin memang benar, karena pada pemberitaan sebelumnya, Suharjono mengatakan, dalam putusan majelis hakim terdapat hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan seperti perbuatan terdakwa tidak patut di contoh oleh para pengendara kendaraan bermotor.

"Terdakwa berlaku sopan, tidak mempersulit persidangan, masih muda, dan keluarga bertanggungjawab," ujar Suharjono mengenai hal yang meringankan.

Namun ketika ditanya mengenai kasus yang melibatkan putera Hatta Rajasa ini, Marin tampak ragu-ragu menjawab, "Iya, saya mengikuti kasusnya kok. Awal kasus ini akibat penggerebekan narkoba yang di rumah seorang artis itu kan ya," ujar Marin sambil menggaruk-garuk dagunya. (M048)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013