"Sejak Sabtu hingga hari ini, sukarelawan kami menemukan 78 mayat yang telah dibawa ke ruang-ruang jenazah... Kami meminta penduduk datang ke tempat-tempat sanitasi untuk mengidentifikasi jenazah dan membawa pulang mereka untuk dimakamkan,"
Bangui (ANTARA News) - Palang Merah di Republik Afrika Tengah mengumumkan, Jumat, mereka "menemukan 78 mayat" di sejumlah jalan di Bangui sejak ibu kota negara itu dikuasai koalisi pemberontak Seleka akhir pekan lalu.

"Sejak Sabtu hingga hari ini, sukarelawan kami menemukan 78 mayat yang telah dibawa ke ruang-ruang jenazah... Kami meminta penduduk datang ke tempat-tempat sanitasi untuk mengidentifikasi jenazah dan membawa pulang mereka untuk dimakamkan," kata pejabat Palang Merah Albert Yomba Eyamo kepada AFP.

Sementara itu, PBB memperingatkan bahwa puluhan ribu orang di negara miskin dan tidak stabil itu menghadapi kekurangan makanan yang parah.

Kelangkaan air minum dan mati listrik juga terjadi di beberapa daerah Bangui, yang perebutannya Minggu oleh kelompok Seleka yang dipimpin oleh Michel Djotodia membuat Presiden Francois Bozize melarikan diri dan menyulut kekacauan penjarahan oleh orang-orang bersenjata.

Banyak orang mengklaim diri mereka sebagai anggota Seleka.

Berita mengenai penemuan mayat oleh Palang Merah itu membayang-bayangi hari nasional Republik Afrika Tengah pada Jumat.

Kudeta oleh Seleka itu sudah dikecam oleh Uni Afrika (AU) dan PBB.

AS, Prancis dan kekuatan regional Chad mendesak pemimpin Seleka Michel Djotodia menghormati perjanjian pembagian kekuasaan pada Januari yang ditandatangani di Libreville, ibu kota Gabon. Seorang pemimpin pemberontak berjanji akan mengumumkan pemerintah yang berbagi kekuasaan.

Perjanjian Libreville menetapkan pembentukan pemerintah dari kalangan pemimpin pemberontak, oposisi sipil dan loyalis Presiden Francois Bozize. Pemerintah itu dipimpin oleh Perdana Menteri Nicolas Tiangaye, seorang mantan pengacara dan anggota oposisi sipil.

Pemberontak Republik Afrika Tengah memulai lagi pertempuran setelah batas waktu yang diberikan kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka sesuai dengan perjanjian perdamaian berakhir.

Pemberontak Seleka menyatakan tidak akan menarik pasukan kecuali jika pemerintah membebaskan tahanan-tahanan politik dan pasukan Afrika Selatan meninggalkan negara itu.

Seleka, yang berarti "aliansi", menandatangani sebuah pakta perdamaian pada 11 Januari dengan pemerintah Presiden Francois Bozize di ibu kota Gabon, Libreville.

Perjanjian yang ditengahi oleh para pemimpin regional itu menetapkan pemerintah baru persatuan nasional, yang telah dibentuk dan kini dipimpin oleh seorang anggota oposisi, Nicolas Tiangaye, dan mencakup anggota-anggota Seleka.

Perjanjian itu mengakhiri ofensif sebulan Seleka yang dengan cepat menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat intervensi militer Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.

Seleka, sebuah aliansi dari tiga kelompok bersenjata, memulai aksi bersenjata mereka pada 10 Desember dan telah menguasai sejumlah kota penting di Republik Afrika Tengah. Mereka menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati sebuah perjanjian 2007 yang menetapkan bahwa anggota-anggota yang meletakkan senjata mereka akan dibayar.
(M014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013