Bagi pengembang HTI, tidak perlu khawatir terhadap serangan kampanye negatif. Sebab pembangunan HTI sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan,"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kehutanan menyatakan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) sudah sesuai dengan undang-undang oleh karena itu pengembang HTI diminta tidak kuatir terhadap kampanye negatif yang dilancarkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing terhadap usaha terbut.

Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Bambang Hendroyono di Jakarta, Senin menyatakan pemerintah mendukung penuh pembangunan HTI termasuk dari kampanye negatif LSM asing.

"Bagi pengembang HTI, tidak perlu khawatir terhadap serangan kampanye negatif. Sebab pembangunan HTI sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan," katanya.

Bambang menyatakan dari sisi legalitas, pengelolaan HTI juga bisa dipertanggung jawabkan, karena mereka diaudit dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) oleh pihak ketiga yang independen.

Sistem verifikasi dari hulu hingga hilir tersebut, lanjutnya, juga telah diakui oleh dunia dan menjadi bagian dari perjanjian kemitraan sukarela untuk perbaikan tata kelola hutan antara Indonesia dan Eropa.

Bambang menjelaskan, bukti bahwa hutan tanaman sebagai penopang industri kehutanan bisa dilihat dari pertumbuhan pabrik pengolahan kayu di Jawa.

"Jadi tidak seharusnya pengembangan hutan tanaman di luar Jawa diganggu dengan kampanye negatif," katanya.

Menurut dia, produksi kayu dari Hutan Tanaman Industri ditargetkan mencapai 360 juta m3 per tahun sepuluh tahun mendatang guna menyokong industri kehutanan dan mendukung pertumbuhan nasional.

Target produksi kayu tersebut akan tercapai dari areal tanaman HTI seluas 14 juta hektare. Saat ini, luas areal tanaman HTI baru sekitar 5 juta hektare.

Wakil ketua Bidang HTI Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Supriatna berpendapat sudah saatnya pemerintah bersikap tegas dan konsisten membantu industri HTI di di Indonesia dari serbuan kampanye negatif NGO seperti Greenpeace.

"Pada dasarnya, pemerintah yang mengundang dan memberikan izin kepada pengusaha HTI untuk berinvestasi. Jika ada kampanye negatif, seharusnya pemerintah berdiri didepan dan minta NGO untuk menghentikannya karena bisa merusak kedaulatan Indonesia," katanya.

Nana mengungkapkan, dari sekitar 231 izin industri HTI yang diberikan pemerintah sebanyak 39 persen menyetop operasinya karena tidak sanggup menghadapi berbagai tekanan.

Akibatnya, industri pulp dan kertas di Indonesia, kini hanya bertengger pada posisi sembilan besar dunia, padahal, industri ini berpotensi melejit ada di tiga besar dunia.

"Hambatan terbesar kemajuan itu disebabkan kampanye negatif NGO. Mereka (NGO) sangat paham Indonesia berpotensi menjadi pemain nomor satu dunia dan berupaya menjegalnya dengan kampanye negatif," katanya.

Menurut Nana, kampanye negatif yang dilontarkan NGO biasanya mempunyai tiga modus yakni menyerang degradasi di hutan alam, pembangunan HTI di lahan gambut serta HTI yang diisukan merebut lahan masyarakat.

Nana berpendapat, semua masalah itu,sebenarnya punya solusi karena hutan alam yang tidak dijaga tetap berpotensi rusak dan dijarah.

"Keberadaan HTI selain sebagai bisnis juga membantu tugas pemerintah menjaga hutan alam dengan memagarinya," katanya.

Kemudian, pembangunan di lahan gambut kini telah memilki tehnologi ekohidro yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan ketiga di Indonesia sebenarnya ada 34 juta hektare lahan terlantar bisa dimanfaatkan masyarakat tanpa perlu berkonflik dengan pengusaha HTI. (S025/B012)

Pewarta: Subagyo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013