Kami harapkan dalam dua sampai tiga minggu ini Ampres bisa segera turun sehingga kami bisa segera membahas RUU tersebut."
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat merampungkan pembahasan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Agraria yang diharapkan menjadi pengganti Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

Menurut keterangan di laman resmi Sekretaris Kabinet, Senin, hal itu sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

Dalam keterangan itu disebutkan bahwa Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa dalam Coffee Morning dengan tema "Potensi Konflik Penguasaan Lahan" mengatakan konsep RUU Agraria itu telah diselesaikan oleh DPR sekitar tiga pekan lalu.

Kini sudah dikirimkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendapatkan Amanat Presiden (Ampres) agar bisa dibahas oleh pemerintah dan DPR.

"Kami harapkan dalam dua sampai tiga minggu ini Ampres bisa segera turun sehingga kami bisa segera membahas RUU tersebut," katanya.

Menurut Agun, sudah sekian lama pemerintah tidak juga menyerahkan konsep RUU Agraria sebagai pengganti UUPA No. 5/1960 untuk dibahas dengan DPR. Untuk itulah, DPR mengambil inisiatif sebagai pemrakarsa perubahan dengan menyelesaikan konsep RUU dimaksud, dan sudah diketok palu oleh DPR.

Dalam diskusi itu, Ketua Komisi II DPR itu memberikan bocoran mengenai isi konsep RUU Agraria itu yang di antaranya meminta pemerintah dalam waktu lima tahun mendaftarkan kembali kepemilikan lahan yang dikuasainya hingga sekarang.

"Dalam RUU Agraria itu mewajibkan kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota untuk mendaftarkan kembali kepemilikan lahan dan bangunan yang selama ini diklaim sebagai miliknya," katanya.

Bahkan, lanjut Agun, pada pasal 101 konsep RUU itu ditegaskan seluruh Undang-Undang sektoral di bidang kehutanan, perkebunan, pertambangan, minyak, dan gas bumi dinyatakan tidak berlaku lagi seusai RUU itu disahkan menjadi Undang-Undang.

Menurut Ketua Komisi II DPR itu persoalan tumpang tindih penguasaan dan pemilikan lahan di tanah air sudah sangat akut.

Ia pesimistis masalah tersebut bisa diselesaikan, baik melalui dibentuknya Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria dari masing-masing sektoral "penguasa" lahan, maupun melalui pembuatan One Map (Satu Peta Dasar) sebagaimana yang diusulkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).

"Semua itu tidak akan menyelesaikan masalah karena datanya tidak ada. Demikian juga dengan usul Kemendagri mengenai perbaikan NSPK, tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.

Ia mengajak semua pihak kembali kepada Ketetapan MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, dengan merubah UUPA No. 5/1960 sebagai basis data baru kepemilikan atau penguasaan lahan. (G003/N002)

Pewarta: GNC Aryani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013