Palu (ANTARA News) - Seorang guru teladan dari Sulawesi Tengah yang selama ini mengajar di daerah terpencil mendapat undangan untuk melakukan studi banding mewakili Indonesia ke Turki.

Dia adalah Indrawati Sambow (39), guru honor yang sudah 10 tahun mengajar di punggung gunung Topesino, Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

"Saya sudah terima undangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rencananya berangkat tanggal 23 Mei dari Palu ke Jakarta. Nanti dari Jakarta langsung ke Turki," kata Indrawati di Palu, Jumat.

Indrawati mengatakan dia terpilih mewakili Sulawesi Tengah setelah sebelumnya memaparkan kondisi sekolah tempatnya mengajar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Alhamdulillah saya masuk 10 besar," katanya.

Indrawati ke Turki tidak sendiri. Ia akan berangkat ke negara itu bersama 17 guru lainnya di 17 provinsi.

Dia mengatakan selama menjadi guru honor di sekolahnya, baru kali ini dia mendapat penghargaan berkunjung ke luar negeri.

Sebelumnya, pada November 2012 Indrawati meraih penghargaan pahlawan untuk Indonesia bidang pendidikan dari MNC TV.

Pemberian penghargaan tersebut diserahkan Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta.

Pada tahun yang sama, dia juga mendapat penghargaan dari perusahaan produsen motor dalam Expedisi Nusantara dan terpilih sebagai guru berdedikasi daerah terpencil.

Penghargaan inilah yang mengantarkan dirinya masuk ke Istana Presiden pada September 2012.

Pada 2011, Indrawati juga mendapat penghargaan Kartini Award.

Pada Kamis, 2 Mei 2013, bertepatan dengan hari pendidikan nasional, Indrawati kembali mendapat penghargaan sebagai guru berdedikasi tinggi dari pemerintah daerah dan mendapat hadiah satu buah sepeda motor.

Kendatipun sudah mendapat banyak penghargaan namun nasibnya belum sebaik nasib guru yang sudah terangkat menjadi pegawai negeri sipil.

"Sudah 10 tahun saya mengajar, membantu pemerintah mencerdaskan anak bangsa, tapi saya belum bisa lolos sebagai pegawai negeri sipil," katanya.

Indrawati mengajar di Dusun Topesino, Desa Mantikole, Kecamatan Dolo Barat. Untuk bisa menembus ke sekolahnya, ia harus berjalan kaki empat jam pergi pulang.

"Dulu waktu masih awalnya sekolah itu dibuka, kami berjalan sampai lima jam pergi pulang," katanya.

Dulu sekolah tempat mengajarnya diberi nama sekolah daun, karena dominan atap dan dinding sekolah itu terbuat dari daun. Sekarang pemerintah sudah membangun gedung semi permanen, namun jaraknya lebih jauh sekitar dua kilometer dari sekolah daun sebelumnya.

"Jaraknya sekitar sembilan kilometer, hanya karena jalannya yang ekstrim sehingga waktu tempuhnya jadi lama," kata Indrawati.

Pewarta: Adha Nadjemuddin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013