Melemahnya rupiah dan ICP lebih disebabkan faktor eksternal di luar kontrol pemerintah."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menilai bahwa besaran subsidi listrik pada APBN-Perubahan 2013 harus disesuaikan karena melemahnya nilai tukar rupiah.

"Karena melemahnya kurs. Kurs yang di APBN sebesar Rp9.300, sekarang diperkirakan akan Rp9.600, ini berpengaruh besar terhadap subsidi listrik," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dalam rapat kerja pembahasan asumsi dasar subsidi listrik dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Kamis malam.

Dia mengatakan, jumlah subsidi listrik tahun berjalan pada RAPBN-P 2013 diusulkan sebesar Rp87,24 triliun ditambah dengan kekurangan subsidi listrik tahun-tahun sebelumnya sejumlah Rp12,74 triliun sehingga totalnya mencapai Rp99,98 triliun.

Selain itu, menurut dia, hal lain yang mempengaruhi kenaikan subsidi listrik adalah perubahan patokan harga minyak mentah dunia dari 100 dolar AS per barel menjadi 108 dolar AS per barel yang telah ditetapkan DPR pada raker sebelumnya.

Menurut Jero, pelemahan rupiah dan meningkatnya harga minyak mentah dunia merupakan faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan pemerintah. "Melemahnya rupiah dan ICP lebih disebabkan faktor eksternal di luar kontrol pemerintah," katanya.

Dia menambahkan adanya peningkatan konsumsi listrik dari 182,3 terra watt hour menjadi 187,7 TWH yang disebabkan oleh meningkatnya perekonomian Indonesia sehingga menambah jumlah masyarakat kelas menengah. "Utamanya disebabkan kalangan menengah yang semakin meningkat. Mereka banyak yang membeli AC, TV, kulkas, telepon yang tentunya menyedot listrik," katanya.

Jero memaparkan dalam RAPBN-P, pihaknya mengusulkan peningkatan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik dari Rp1.163 per KWH menjadi Rp1.198 per KWH.

Sementara parameter lainnya relatif tetap yakni energi listrik yang susut sebesar 8,5 persen, keuntungan 7 persen dan tarif tenaga listrik Rp813 per KWH. (A064/T007)

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013