Saya diperintah menuju PT Pura di daerah Kudus untuk mengambil uang, jumlahnya bervariasi ada Rp3 miliar dan Rp3,5 miliar,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Pol Djoko Santoso disebut menerima uang terkait proyek Buku Pemilik Kendaraan Bermotor.

"Saya diperintah menuju PT Pura di daerah Kudus untuk mengambil uang, jumlahnya bervariasi ada Rp3 miliar dan Rp3,5 miliar," kata saksi mantan bendahara Korlantas Polri Komisari Polisi Legimo dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.

Legimo menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan "driving" simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 yang total anggarannya mencapai Rp198,7 miliar dengan mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) dengan terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo.

"Kalau sepengetahuan saya PT Pura mengerjakan pekerjaan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor)," ungkap Legimo.

Uang itu diambil Legimo sebanyak tiga kali pada 2009 dengan dibungkus dus kecil berjumlah 7-10 dus, Legimo mengambil uang di Subang dan diantar oleh supir PT Pura dengan mobil hingga kembali ke Jakarta.

Legimo juga mengaku bahwa direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto selaku pemenang tender simulator R2 dan R4 menjadi koordinator perusahaan-perusahaan lain untuk memberikan dana ke Djoko Susilo.

"Penerimaan dan pengiriman dana ke saya dikoordinir oleh Budi Susanto, dari perusahaan-perusahaan, satu bulan pengiriman bisa hingga empat kali dengan jumlah Rp2-3 miliar," jelas Legimo.

Selain menerima, Djoko juga memerintahkan Legimo untuk mengeluarkan uang, antara lain kepada Nana Sukarna sebanyak Rp300 juta untuk mengurus kebun di Subang, membayar ke Noviyanto untuk membuat rumah Joglo di Solo sebanyak empat kali pada 2010, menyerahkan uang ke notaris Erick Maliangkay sebanyak tiga kali, serta pemberian uang kepada Biliyono sebanyak 2-3 kali pada 2010 dengan jumlah Rp80 juta -100 juta.

Arus keluar masuk uang Djoko tersebut dicatat Legimo di satu buku khusus.

Buku itu juga memuat pinjaman Djoko sebanyak Rp12 miliar dari Primer Koperasi Anggota Kepolisian (Primkoppol).

"Setelah saya menerima dana, saya melapor ke setelah menerima dana, beliau punya catatan kertas-kertas kecil penerimaan dana itu, bila Kakor butuh dana maka mengambil dana dari hasil pemberian perusahaan-perusahaan rekanan, tapi bila sudah tidak ada maka ambil ke Primkoppol, saya yang kelola buku itu dan beliau yang kontrol setiap dua minggu sekali atau sebulan sekali," tambah Legimo.

Sayangnya buku khusus yangmencatan penerimaan dan pengeluaran tersebut diambil Djoko saat akan berpindah tugas menjadi Kepala Akademi Kepolisian di Semarang.

"Saat beliau mau pindah ke Semarang, saya diminta buku itu dan saya serahkan ke staf beliau Erna," tambah Legimo.

Dalam tanggapannya, Djoko membantah menerima uang dari PT Pura.

"PT Pura itu saya diberitahukan saksi (Legimo) akan dibantu, itu pada 2009, tapi tidak pernah diberikan ke saya dan penggunaannya semua untuk operasional, dan tidak pernah dicatat hasil titipan saya pribadi," kata Djoko.

Dalam perkara ini, Djoko diancam pidana berdasarkan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara 4--20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Djoko juga dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan asal 3 Undang-Undang RI Nomor Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ancaman pelanggar pasal tersebut adalah maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
(D017/Z003)

Pewarta: Desca Lydia Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013