Lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan harus mendukung reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan untuk memberantas korupsi, demikian disampaikan Guru Besar Ekonomi Universitas Diponegoro, Profesor FX Sugiyanto.

"Tapi, saya membayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ikut membantu berantas korupsi di Ditjen Pajak, bukan Kejaksaan atau Kepolisian," kata Dosen ekonomi yang pernah bercita-cita sebagai advokat itu.

Sugiyanto mengatakan upaya Ditjen Pajak untuk membangun integritas institusi dan aparatnya dengan mengungkap oknum-oknum pajak korup akan lebih baik ketika diselesaikan lewat tindak pidana khusus.

"Sebetulnya, di antara semua kementerian, Kementerian Keuangan itu relatif yang paling baik. Terutama Ditjen Pajak. Tapi yang paling baik pun masih terjadi kasus penyelewengan dan korupsi," katanya.

Penerapan sistem pengungkap kasus (Whistleblowing System) dan sistem peringatan dini (Early Warning System) di Ditjen Pajak, menurut Sugiyanto, berarti penting untuk menunjukkan upaya pemberantasan korupsi.

"Dalam konteks kantor pajak, model korupsi oknum di dalamnya yaitu tidak melaporkan potensi pajak yang seharusnya dibayar wajib pajak. Korupsi itu melibatkan konsultan pajak dan auditor perusahaan wajib pajak, selain oknum pajak," kata pria kelahiran Sleman, Yogyakarta itu.

Sugiyanto menyebut sistem "Whistleblowing" Ditjen Pajak dapat diterapkan untuk institusi pemerintah yang lain terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

"Karena itu (whistleblowing) akan memaksa sistem menjadi lebih terbuka dan akuntabel. Whistleblowing itu menjadi sebuah keterpaksaan ketika sistem di institusi tidak akuntabel," katanya.

Tekait penangkapan dua oknum pajak, Eko Darmayanto dan Mohammad Dian Irwan Nuqishira, oleh KPK pada Rabu (15/5), Sugiyanto mengatakan kasus-kasus korupsi pajak yang terungkap akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak dalam jangka panjang.

"Kalau pengungkapan kasus korupsi pajak, itu pasti ada apresiasi karena kerja KPK itu juga pasti didukung Ditjen Pajak," kata pengarang buku "Anatomi Ekonomi Politik Indonesia" itu.

Namun dalam jangka panjang, lanjut Sugiyanto, para wajib pajak terutama wajib pajak badan akan beranggapan aparat Ditjen Pajak masih dapat disuap agar nilai pajak yang ditanggung perusahaan lebih kecil dari nilai pajak yang semestinya dibayarkan.

Sugiyanto mengusulkan kantor pajak di Indonesia dipisah dari Kementerian Keuangan agar lembaga itu lebih kredibel dan transparan.

"Kantor Pajak itu tidak di bawah Kementerian Keuangan karena pos belanja dan pendapatan negara itu sesuatu yang harus terpisah," katanya.

Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2013