Lampung Utara (ANTARA News) - Para petani di Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, mengeluhkan harga singkong (ubi kayu) yang masih saja "diatur" oleh perusahaan atau pabrik besar pengolah singkong dan bukan berdasarkan mekanisme pasar sehat.

Keluhan itu diungkapkan para petani di salah satu sentra penghasil singkong di Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara, Senin.

Para petani mengeluhkan, pada saat menjelang tahun ajaran baru seperti saat ini biasanya harga singkong atau hasil kebun dan pertanian lainnya selalu turun. Padahal kualitas panen yang dihasilkan lebih baik dan seharusnya harganya lebih baik.

Menurut para petani di kecamatan itu, mereka sering dikenai potongan harga (rafaksi) oleh perusahaan-perusahaan pembeli dengan alasan kualitas hasil panen di bawah standar (kadar kotoran, kadar air, dsb) mencapai 10--12 persen.

Muhlizar, pekebun di Sungkai Utara menyebutkan bahwa potongan harga yang dikenakan perusahaan pembeli singkong sangat merugikan petani karena mengurangi keuntungan yang seharusnya diterima.

Padahal, untuk membudidayakan singkong memerlukan modal yang tidak sedikit, dan petani berharap harga hasil panen singkongnya tinggi.

"Tapi ternyata singkong yang dijual terkena potongan harga cukup tinggi sampai 20 persen, tentu akan merugikan petani," kata dia pula.

Camat Sungkai Utara, Aliuddin RH SPdI, membenarkan adanya keluh kesah petani singkong maupun karet di kecamatan ini saat harus menjual hasil panen ke pihak perusahaan tersebut.

Menurut dia, kondisi itu sudah lama dirasakan petani setempat dan umumnya mereka tak dapat berbuat banyak, hanya pasrah menerima kebijakan perusahaan besar.

Padahal komoditas singkong saat ini cenderung semakin banyak dikembangkan petani di daerah ini, sebagian beralih dari membudidayakan tanaman kopi yang dinilai kurang menjanjikan lagi mengingat hasil panennya dinikmati tahunan.

Menurut Rozi Rahman dan Solman Rahman, pedagang sarana produksi pertanian (saprodi) di Kotabumi Lampung Utara, umumnya petani di daerah ini cenderung mencari saprodi untuk komoditas singkong dan karet, sedangkan untuk padi, jagung, kopi, lada semakin berkurang.

"Para petani di sini menyatakan mereka saat ini lebih tertarik mengelola kebun dan karet, daripada kopi atau lada yang sebagian telah diganti singkong dan karet itu," kata Solman pula.

Camat Sungkai Utara berharap pihak dinas teknis terkait dapat membantu petani di daerah ini, sehingga tidak terus menerus dirugikan oleh pihak perusahaan yang cenderung sesukanya mengatur harga hasil pertanian dan perkebunan yang dihasilkan petani.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di Kabupaten Lampung Utara terjadi peningkatan luas lahan maupun hasil panen ubi kayu yang dikelola petani di sini, tahun 2011 telah mencapai luas panen 50.446 ha dengan produksi mencapai 1,281 juta ton.

Kabupaten ini juga menjadi penghasil padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar serta karet, kopi, lada, cengkeh, dan kelapa sawit.

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013