Kami yakin target produksi gabah 530.000 ton atau 5,6 ton GKP per hektare terealisasi,"
Lebak (ANTARA News) - Sejumlah petani padi pada minggu ketiga Juni mulai panen raya di berbagai sentra beras di Kabupaten Lebak, Banten, dari hasil musim tanam pertama 2013.

Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Yuntani, Senin, mengatakan, produksi pangan pada musim panen tahun ini diperkirakan meningkat karena di atas rata-rata 5,6 ton gabah kering pungut (GKP) per hektare.

Meningkatnya produksi pangan tersebut karena petani menerapkan teknologi pertanian. Selain itu juga cuaca sangat mendukung untuk kesuburan tanaman padi.

Mereka petani menerapkan teknologi "System of Rice Intensification" atau SRI, penggunaan pupuk yang berimbang, penanaman sistem legowo, dan benih unggul.

Saat ini, pada musim tanam pertama seluas 47.760 hektare di 28 kecamatan dan ditargertkan produksi gabah sebanyak 530.000 ton dan padi gogo 35.228 ton (GKP).

Dengan tibanya panen raya tersebut tentu ketersedian pangan di Kabupaten Lebak melimpah dan aman hingga awal 2014.

Menurut dia, pemerintah berkomitmen untuk mendukung surplus sebanyak 10 juta ton beras tahun 2014 dengan memprioritaskan pertanian, seperti perbaikan irigasi teknis maupun irigasi desa. Sebab sebagian besar areal persawahan di Kabupaten Lebak sekitar 53 persen atau 25.486 dari 47.760 hektare kategori sawah tadah hujan.

Karena itu, pemerintah terus membangun sarana irigasi maupun bantuan pompanisasi untuk peningkatan produksi pangan.

"Kami yakin target produksi gabah 530.000 ton atau 5,6 ton GKP per hektare terealisasi," katanya.

Ia menyebutkan, penerapan metode teknologi SRI bisa menghasilkan produksi dua kali lipat per hektare, sehingga menguntungkan bagi petani.

Selama ini produksi hasil teknologi SRI mencapai 9,2 sampai 10 ton gabah kering pungut (GKP) per hektare, sedangkan sawah konvensional hanya 5,6 ton GKP per hektare.

Penerapan teknologi SRI hampir di seluruh Kabupaten Lebak, seperti petani Kecamatan Sobang, Panggarangan, Cipanas, Muncang, Leuwidamar, Bayah, Wanasalam, Malingping, Warunggunung dan Cibeber.

Teknologi SRI tidak dibatasi benih varietas apa pun. Mereka bisa menggunakan benih padi varietas Ciherang atau IR 64.

Keunggulan teknologi SRI itu bisa menghemat air hingga 40-50% karena padi tidak perlu digenangi air secara terus menerus.

Selanjutnya, sistem ini hanya membutuhkan benih padi antara 5-7 kg per hektare, sedangkan sistem non SRI membutuhkan 60-70 kg per hektare.

Keunggulan lainnya, kata Yuntani, penerapan SRI lebih hemat dan bibit dapat ditanam selama 5-12 hari setelah disemai, sementara sistem konvensional menunggu 25-30 hari setelah semai.

"Penerapan SRI sangat menguntungkan karena musim panen lebih awal 10-15 hari dibanding konvensional terhitung masa persemaian," katanya.

Di tempat terpisah, sejumlah petani di Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak mengaku mereka lega produksi panen hasil penerapan SRI di atas rata-rata 5,6 ton GKP per hektare.

"Dengan produksi 5,6 ton GKP diperkirakan kami mendapat keuntungan sekitar Rp25 juta per hektare," kata Sueb, seorang petani di Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak.

(KR-MSR/H-KWR)

Pewarta: Mansyur
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013