Ramallah (ANTARA News) - Puluhan ribu orang memadati jalan-jalan kota-kota utama Tepi Barat pekan lalu untuk menyaksikan penyanyi muda Gaza menyanyikan lagu-lagu yang membantunya memenangkan ajang pencarian bakat bergengsi Arab Idol.

Kemenangannya adalah kabar tidak terduga dan istirahat sejenak dari berita politik suram yang biasanya mendominasi agenda rakyat Palestina. Dengan suasana riang mereka turun ke jalan berbagi taburan debu bintang buatan rumah.

Mohammed Assaf, penyanyi pernikahan berusia 23 tahun dari Gaza yang tiba-tiba menjadi pahlawan nasional ketika ia memenangi kontes pencarian bakat pan-Arab pada bulan Juni lalu, dijamu di Tepi Barat pada tur kemenangan ke semua kota-kota utama.

Dengan didampingi pengawal presiden, penyanyi muda berwajah segar itu melakukan penampilan debutnya di Ramallah pada 1 Juli. Ia tampil di hadapan 40 ribu pendukungnya meskipun pertunjukan dipersingkat karena khawatir penonton akan menyerbu panggung.

"Saya tidak percaya dengan banyaknya jumlah orang," kata penyanyi itu sambil tersenyum. "Saya sangat senang dengan apa yang saya lihat."

Di luar hotel bintang lima Ramallah, Grand Park Hotel, tempat ia tinggal, ribuan penggemarnya memadati jalan-jalan dengan harapan dapat berfoto dengannya atau mendapatkan tanda tangan.

Tiket ke Piala Dunia
Sebagian besar konser Assaf digelar secara gratis, tapi beberapa di antaranya mengharuskan membeli tiket. Penggemar bisa membayar hampir 450 shekel (123 dolar AS) per kursi - sekitar sepertiga dari rata-rata gaji bulanan warga Palestina.

"Tiket terjual habis dalam waktu 48 jam sejak dijual," kata Munir al-Tarifi, kepala Desain Solusi PR yang mengatur tur.

"Kami kaget. Kami pikir akan ada permintaan besar untuk konsernya, tetapi tidak sejauh ini," katanya.

Masyarakat dalam kontes di Beirut terpaku mendengar cerita Assaf menyelinap keluar dari Gaza dan hampir tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti audisi awal di Kairo. Ia kemudian bisa mengikuti kontes karena sesama wakil dari Gaza mengundurkan diri.

Berita ketenarannya bahkan mencapai Washington. Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyebut keberhasilannya dalam pembicaraan dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas.

Presiden FIFA Sepp Blatter, yang bertemu Assaf pada kunjungan ke Tepi Barat pada Minggu bahkan mengindikasikan ia bisa mengambil bagian dalam upacara pembukaan Piala Dunia mendatang.

"Saya berpikir bahwa Assaf harus bernyanyi di pembukaan Piala Dunia tahun depan di Brazil, "katanya kepada wartawan.

"Ini benar-benar normal bagi rakyat Palestina untuk bergantung pada Assaf," kata analisi politik Abdel Majid Sweilam.

"Orang-orang frustrasi dan tertekan akibat perpecahan (politik), dan ketika mereka menemukan simbol ini yang berdiri untuk persatuan mereka, mereka tampaknya memegang itu erat-erat. "

Dia mengacu pada perpecahan sengit antara Hamas yang memerintah Gaza dan saingannya Fatah yang mendominasi Tepi Barat.

Lahir dari orang tua Palestina di Misrata, Libya, Assaf dibesarkan di kamp pengungsi Khan Yunis yang penuh di Gaza selatan.

Bakat bernyanyinya akhirnya membuka jalan baginya menuju final kontes bakat pan-Arab yang telah memikat jutaan pemirsa di seluruh Timur Tengah.

"Simbolisme nasional Mohammed Assaf jauh lebih penting daripada kemampuannya bernyanyi. Dia adalah seorang pengungsi miskin yang berasal dari sebuah kamp di Gaza, "kata Sweilam.

"Assaf mewakili setiap rakyat Palestina."

Kemenangannya pada 22 Jun memicu kegembiraan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Palestina, dan perayaan berlanjut di Tepi Barat pekan lalu.

"Jumlah besar yang mengejutkan dari orang-orang yang pergi untuk melihat penampilannya mengkonfirmasi bahwa rakyat Palestina butuh untuk menjadi bahagia, "kata Menteri Kebudayaan Anwar Abu Aisha.

Kemenangan Assaf benar-benar mengalahkan berita lain terkait drama internal Palestina yang ramai di Ramallah, yang biasanya selalu menjadi berita utama - bahkan berita pengunduran diri perdana menteri Rami Hamdallah, yang mundur setelah hampir dua pekan menjabat.

Saat Assaf tampil di panggung di Beirut, Abbas terkunci dalam pembicaraan untuk mencoba dan menyelesaikan sengketa dengan Hamdallah, yang akhirnya gagal.

Ini adalah kedua kalinya dalam 10 pekan perdana menteri Palestina telah mengundurkan diri, tetapi krisis tidak tampak mereda.

"Orang-orang menyerahkan politik pada para politisi, sementara Mohammed Assaf mendominasi berita yang menunjukkan rakyat Palestina perlu untuk menjadi bahagia," kata wakil Menteri Informasi Mahmud Khalifa.

(Uu.G003/A/M016)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013