Pemerintah harus memastikan sistem layanan kesehatan, jangan sampai ada dualisme. Jamkesda itu harus ditiadakan,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi IX DPR RI meminta pemerintah meniadakan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) agar tidak ada dualisme program kesehatan bagi masyarakat saat pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan yang dimulai pada 1 Januari 2014.

"Pemerintah harus memastikan sistem layanan kesehatan, jangan sampai ada dualisme. Jamkesda itu harus ditiadakan," kata anggota Komisi IX DPR Surya Chandra Surapaty di Jakarta, Rabu.

Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam rapat kerja (raker) Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan, Bappenas, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan Dirut PT Askes untuk membahas persiapan Jaminan Kesehatan Nasional.

Surya menyarankan agar pemerintah daerah yang masih memberlakukan Jamkesda untuk beralih dengan mendaftarkan warganya ke BPJS.

"Sebenarnya dengan adanya BPJS ini, untuk pemerintah daerah justru menjadi ringan. Itu karena dengan Jamkesda, pemerintah setempat malah banyak berutang ke rumah sakit," ujarnya.

Dia menambahkan pemerintah pun harus menjelaskan perihal pembayaran premi jaminan kesehatan kepada masyarakat.

"Untuk BPJS itu, nantinya harus dijelaskan ke masyarakat, siapa saja yang harus membayar iuran perorangan dan siapa saja yang dibayarkan iurannya oleh negara," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi IX Endang Syarwan Hamid meminta pemerintah benar-benar mempersiapkan pelaksanaan BPJS kesehatan dengan baik, khususnya terkait persiapan anggaran.

"Untuk anggaran BPJS ini, kuncinya ada di Kementerian Keuangan karena mereka yang mengelola keuangan negara," kata Endang.

Dia berharap pemerintah dapat mengalokasikan besarnya anggaran yang layak untuk pelayanan kesehatan, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu.

Pada kesempatan itu, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan bahwa adanya BPJS tetap memungkinkan Jamkesda untuk terus berjalan.

"Mengingat dalam sistem Jamkesda ada daerah yang tidak hanya mencakup kelompok miskin tetapi menyeluruh, maka sistem Jamkesda masih bisa berlangsung ketika BPJS berjalan," katanya.

Menurut dia, yang perlu dilakukan adalah memastikan agar sistem BPJS tidak "overlapping" (tumpang tindih) dengan Jamkesda, namun lebih bersifat saling melengkapi sehingga layanan kesehatan untuk masyarakat lebih efisien.

Sehubungan dengan anggaran untuk BPJS, Mahendra menyampaikan bahwa untuk modal awal persiapan operasional BPJS, sebagian modal berasal dari ekuitas PT ASKES dan PT Jamsostek yang akan dialihkan menjadi BPJS.

"Data terakhir kami, ekuitas PT ASKES sebesar Rp8,8 triliun dan ekuitas PT Jamsostek sebesar Rp6,5 triliun. Jumlah ini diperkirakan cukup untuk dipergunakan dalam tahap awal pelaksanaan operasional BPJS," kata Mahendra.

(Y012/I007)

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013