Jakarta (ANTARA News) - Merebaknya pemberitaan kasus kejahatan susila yang mengekspos secara terbuka korban anak-anak mendapat sorotan tajam dari Dewan Pers.

Hal tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik demikian disampaikan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan dalam Seruan Dewan Pers Nomor 189/S-DP/VII/2013 tentang Pemberitaan Kasus Kejahatan Susila yang diterima ANTARA News di Jakarta, Kamis.

Bagir mengungkapkan Dewan Pers menerima banyak pengaduan dari masyarakat tentang berita kasus kejahatan susila yang melanggar kode etik.

Pers, lanjutnya, tidak sepatutnya mengeksploitasi korban serta kasus kejahatan susila.

Bagir mengungkapkan dalam praktiknya, masih banyak wartawan yang mengungkap identitas korban kejahatan susila seperti menulis nama korban, nama orangtua, nama dan alamat rumah, kampung, desa, kantor atau sekolahnya,"

Terkait hal itu, Dewan Pers mengajak wartawan untuk bersungguh-sungguh melindungi korban kejahatan susila, apalagi yang masih tergolong anak-anak atau belum dewasa, dengan menutup rapat identitasnya.

Prinsip hati-hati, empati dan sikap bijaksana sangat dituntut dalam setiap pemberitaan tentang kejahatan susila.

Menurut Dewan Pers, semua itu perlu dilakukan agar pers dapat berkontribusi melindungi korban dan sekaligus tidak kehilangan peran mendorong penegakan hukum serta bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat mencegah terjadinya kejahatan susila.

Sikap bijaksana dan berhati-hati dari media dapat ditunjukkan, misalnya, dengan tidak mengungkap hal-hal yang dapat mengarah terungkapnya identitas korban kejahatan susila.

Pemuatan nama inisial korban sebaiknya dihindari. Dewan Pers menganjurkan penggunaan sebutan ”seorang perempuan”, ”seorang anak” atau ”korban” untuk menggambarkan ”identitas korban”.

Pemuatan gambar korban dan keluarganya, gambar tempat tinggal atau tempat kerjanya, walaupun disamarkan atau diburamkan, masih berpotensi mengarah pada terungkapnya identitas korban. Karena itu, pemuatan gambar-gambar tersebut sebaiknya juga dihindari.

Berita terlampau vulgar yang menggambarkan saat pelaku melakukan kejahatan susila terhadap korban juga dapat menambah trauma dan penderitaan bagi korban. Selain itu, juga berpotensi menimbulkan "copy cat", yaitu pelaku kejahatan baru yang terinspirasi oleh kejahatan yang terjadi sebelumnya.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013