Harga minyak ini lebih kepada geopolitik, jika dilihat dari segi ekonomi sebetulnya harga tidak menggambarkan pasokan dan permintaan yang merugikan negara-negara yang tengah mengalami tekanan,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menilai harga minyak dunia yang kembali naik lebih banyak dikontribusi faktor geopolitik, bukan faktor ekonomi.

"Harga minyak ini lebih kepada geopolitik, jika dilihat dari segi ekonomi sebetulnya harga tidak menggambarkan pasokan dan permintaan yang merugikan negara-negara yang tengah mengalami tekanan," katanya di Jakarta, Selasa.

Hatta mengatakan Indonesia juga terkena dampak kenaikan harga tersebut karena kebutuhan dan importasi minyak besar, meskipun masih memproduksi minyak.

"Kalau harga tinggi melampaui 108 dolar AS per barel, subsidi kita akan membengkak," katanya.

Dia berharap kondisi kenaikan harga minyak yang mencapai 108 dolar As per barel tidak akan bertahan lama.

Hatta juga merasa optimistis harga minyak akan turun di bawah 108 dolar AS per barel hingga akhir 2013.

"Hitungan harga minyak kan selama satu tahun, saya optimistis harganya masih di bawah 108 hingga akhir tahun," katanya.

Selasa ini, harga minyak naik di perdagangan Asia, didorong menguatnya permintaan minyak mentah AS, namun antusiasme pembelian dibatasi oleh data ekonomi yang melemah dari ekonomi terbesar dunia itu, kata para analis seperti yang dilansir AFP.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, naik 13 sen menjadi 107,07 dolar AS per barel di perdagangan sore, sementara minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan September naik 20 sen menjadi 108,35 dolar AS.

WTI mencapai tertinggi 16-bulan sebesar 109,32 dolar AS per barel pada Jumat lalu -- melampaui harga Brent untuk pertama kalinya sejak 16 Agustus 2010.

Ahli strategi pasar di IG Markets di Singapura Kelly Teoh mengatakan pasokan minyak mentah AS mempertahankan kenaikan harga karena para pedagang yang memperkirakan persediaan berada di posisi terendah enam bulan.

Tetapi ia menambahkan bahwa data ekonomi AS yang lebih lemah dan laba perusahaan yang gagal mencapai target mereka, telah membatasi keuntungan dan menjaga harga WTI di sekitar 107 dolar AS per barel.(J010/N002)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013