Kalau sekarang pesawat tersebut jadi rongsokan di Halim..."
Pekanbaru (ANTARA News) - DPD Association of Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Riau mendesak aparat hukum untuk menelusuri pembelian tiga pesawat Fokker 50 Riau Airlines (RAL) seharga Rp85 miliar lebih pada tahun 2006.

"Kalau sekarang pesawat tersebut jadi rongsokan di Halim dan aspek hukumnya karena apa, sudah pasti perlu ditelusuri sejak dibelinya pesawat itu dari pemiliknya," ujar Ketua DPD Asita Riau, Ibnu Mas`ud di Pekanbaru, Selasa.

Jika hanya karena ketidakmampuan RAL dalam membayar sisa utang Rp60 miliar lebih ke Bank Muamalat, menurut dia, persoalannya bukan hanya hal tersebut. Melainkan sejak dibeli, satu dari tiga unit pesawat yang dibeli tidak pernah jalan. Sedangkan yang jalan sering rusak, sehingga harus rela di-"grounded" pada tahun 2010 demi keselamatan penerbangan.

Inikan sama saja menunjukkan pesawat bekas yang dibeli RAL dan apakah ada unsur kesengajaan Pemerintah Provinsi Riau untuk menggelontorkan dana yang besar untuk pihak-pihak tertentu agar dapat menikmati uang yang dikeluarkan melalui APBD Riau.

"Bukan hanya Pemprov Riau yang rugi, melainkan pemerintah kabupaten dan kota yang ikut `sharing` dana di situ, kemudian pihak swasta yang memberi utang, masyarakat yang membeli tiket dan sampai hari ini tidak dikembalikan," ucapnya.

Karena itu, katanya, aparat hukum perlu mencermati masalah pembelian tiga unit pesawat RAL yang kini terancam dipotong-potong oleh pihak Bandara Halim Perdanakusuma, karena otoritas bandara memberi batas waktu sampai tanggal 27 Juli.

"Itu terkesan oknum pejabat Riau melepaskan diri. Karena dari unsur kelaikan pesawat tidak benar dan yang menjalankan tidak benar, sehingga lengkaplah kesalahan di situ," katanya.

PT Angkasa Pura II sebagai otoritas pengelola Lapangan Udara (Lanud) yang berada di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, mendesak Pemerintah Provinsi Riau segera memindahkan tiga bangkai pesawat milik RAL tersebut.

"Surat permintaan untuk pemindahan tiga pesawat jenis Fokker 50 sudah kami terima dan kami didesak dengan memberikan batas waktu sebelum tanggal 27 Juli," ujar Kepala Biro Administrasi dan Ekonomi Setdaprov Riau, Burhanuddin.

Alasan otoritas bandara karena seuai dengan rencana Bandara Halim Perdanakusuma akan dikembangkan menjadi lapangan udara komersial, sehingga perlu dibangun berbagai fasilitas pendukung termasuk sarana dan prasarana. (M046/KWR)

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013