Kami sudah menyiapkan program infrastruktur saat mereka yang di pengungsian kembali ke Sampang, tapi kami menunggu para ulama. Kalau para ulama dan Gubernur Jatim bilang `go` (jalan), maka kami jalan."
Surabaya (ANTARA News) - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz menyatakan pemerintah akan mengembalikan komunitas Syiah Sampang dari pengungsian ke kampung halaman semula, namun pelaksanaannya menunggu "lampu hijau" dari para ulama setempat.

"Kami sudah menyiapkan program infrastruktur saat mereka yang di pengungsian kembali ke Sampang, tapi kami menunggu para ulama. Kalau para ulama dan Gubernur Jatim bilang `go` (jalan), maka kami jalan," katanya di Rektorat IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa malam.

Ia mengemukakan hal itu dalam pertemuan rekonsiliasi di Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya yang dihadiri Gubernur Jatim Soekarwo, Wakapolda Jatim, Ketua MUI Jatim, Ketua PWNU Jatim, Ahlul Bait Indonesia (ABI), Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Iklil (komunitas Syiah Sampang), dan para ulama se-Madura.

Pihaknya menyatakan menunggu "lampu hijau" dari para ulama dan Gubernur Jatim, karena pihaknya tidak mungkin melakukan program yang sudah disiapkan, tapi di kemudian hari justru muncul konflik lagi, sehingga semuanya sia-sia.

"Program infrastruktur yang kami rencanakan adalah pembenahan rumah di dua desa yang dilanda konflik. Nanti pembenahan rumah ditingkatkan hingga dua kecamatan di desa-desa itu, bahkan kami juga akan mengembangkan ke pesantren," katanya.

Di hadapan para ulama Madura, ia menegaskan bahwa program infrastruktur pada dua desa yang dilanda di Sampang dan akan dikembangkan itu bukan semata-mata akibat masalah pengungsi dari komunitas Syiah.

"Bukan soal pengungsi, tapi Presiden sudah beberapa kali mengadakan rapat koordinasi bahwa pembangunan harus pro-Madura untuk membangun Madura lebih baik, karena itu saya sudah menurunkan tim verifikasi untuk mengecek rumah-rumah tak layak," katanya.

Namun, pemerintah masih menunggu sinyal penerimaaan dari ulama dan pemerintah daerah, sebab bila terjadi konflik lagi justru akan merugikan pemerintah.

"Pemerintah sekarang disoroti tidak melindungi minoritas, padahal masalah sebenarnya bukan soal Sunni-Syiah seperti dilaporkan media massa, melainkan masalah penodaan agama seperti yang sudah divonis pengadilan," katanya.

Senada dengan itu, Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan hukum sudah diputus secara final, karena itu kini tinggal menyelesaikan persoalan sampingan. "Yakni jangan kembali ke penodaan lagi, tapi ke infrastruktur," katanya.

Dalam pertemuan rekonsiliasi yang dipandu Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Abd A`la itu, para ulama yang tergabung dalam Badan Silaturrahmi Ulama se-Madura (Bassra) dari empat kabupaten mendukung rencana pemerintah untuk melakukan pengembalian pengungsi komunitas Syiah di Jemundo, Sidoarjo, ke kampung halaman di Sampang.

"Kami siap menerima mereka kembali ke Sampang, tapi syaratnya mereka harus mematuhi vonis pengadilan yang `inkracht` hingga banding ke tingkat MA yakni kasus Tajul Muluk itu penodaan agama," kata ulama Bassra Sampang, KH Jakfar Shodiq.

Dalam kesempatan itu, peserta pertemuan dari ABI Jatim, IJABI Jatim, dan PWNU Jatim juga mendukung rencana rekonsiliasi itu.

"Kami siap mendukung rekonsiliasi dengan dialog dan silaturrahim, jangan sampai ada paksaan. Kalau paksaan itu tidak akan melahirkan perubahan, tapi ubah dengan pencerahan," kata Zahid dari ABI Jatim. (E011/A013)

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013