Doha (ANTARA News) - Oposisi Suriah akan membentuk satu pemerintahan sementara tahun ini pada pertengahan kedua bulan Agustus setelah upaya itu mengalami kegagalan selama berbulan-bulan, kata Ketua Koalisi Nasional Suriah Ahmad Jarba, Selasa.

"Menurut perkiraan saya, satu pemerintahan di pengasingan akan terbentuk sekira 10 hari setelah Idul Fitri," yaitu hari raya Muslim yang jatuh pada 8 atau 9 Agustus, katanya kepada kantor berita Prancis AFP di Doha.

Jarba berada di Doha untuk mencari dukungan.  "Ada beberapa calon" untuk menduduki jabatan perdana menteri, tambahnya.

Ia mengatakan perdana menteri "akan dipilih berdasarkan kesepakatan atau melalui sebuah pemilihan."

Pihak oposisi telah berjuang untuk menggalang kesatuan selama masa konflik lebih dari dua tahun yang mencengkeram Suriah.

Upaya terakhir untuk membentuk pemerintahan sementara pada awal Juni mengalami kegagalan ketika perdana menteri versi pemberontak Ghassan Hitto mengundurkan diri setelah hampir selama empat bulan upaya-upaya yang dilancarkan menghadapi kegagalan.

Sumber-sumber di pihak oposisi pada Kamis lalu mengatakan Koalisi Nasional akan menggelar pertemuan di Istanbul pada 3 atau 4 Agustus untuk membahas masalah pembentukan pemerintahan sementara.

Jarba juga mengatakan bahwa oposisi perlu mendapatkan penjelasan sebelum memutuskan sikap soal pembicaraan damai, termasuk menyangkut posisi utama Rusia, yang memberikan dukungan terus-menerus kepada pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

"Beberapa masalah harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum kami (memutuskan apakah akan) menghadiri konferensi Jenewa II, di antaranya soal sikap Rusia," ujarnya.

Jarba juga menuntut adanya kerangka waktu bagi pembicaraan yang akan dilangsungkan. "Waktu untuk melakukan perundingan dengan pihak rezim harus dibatasi," katanya.

Ia menambahkan bahwa pembicaraan "misalnya, tak akan berlangsung selama tiga tahun jika rezim terus membunuhi orang-orang kami."

Perpecahan di kalangan kelompok-kelompok oposisi Suriah serta berbagai rintangan yang diberikan pemerintahan Assad telah membuat upaya-upaya mengadakan pertemuan yang baru menjadi tertahan, demikian menurut para diplomat.

Jarba mengatakan oposisi masih berkeinginan untuk menerima bantuan persenjataan untuk melawan pasukan Assad, yang baru-baru ini telah melancarkan langkah maju di lapangan.

"Kami masih menekankan desakan untuk mendapatkan persenjataan canggih, walaupun penyelesaian politik sedang diupayakan di Jenewa II," katanya.

Amerika Serikat dan Rusia pada Mei lalu sepakat untuk menekankan upaya menindaklanjuti pertemuan yang telah berlangsung di Jenewa pada Juni 2012. Pertemuan pertema diadakan untuk membuat rencana bagi proses peralihan di Suriah.

Jarba akan mengadakan pembicaraan dengan emir baru Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani. Kunjungannnya ke Qatar itu adalah untuk "meminta bantuan lapangan, militer serta kemanusiaan dan juga bantuan politis," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa "Qatar merupakan salah satu negara yang mendukung revolusi Suriah."

Jarba dan para pemimpin koalisi utama lainnya telah bertemu dengan Presiden Prancis Francois Hollande serta Menteri Luar Negeri AS John Kerry pekan lalu dan menyampaikan permintaan agar persenjataan segera dipasok.

Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan jumlah korban meninggal selama konflik di Suriah yang telah berlangsung lebih dari 28 bulan itu telah melewati angka 100.000.


Penerjemah: Tia Mutiasari

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013