Tadi memang ingin diserahkan suatu bukti, tapi ditolak penyidik karena yang memberikan bukan langsung dari tangan Anas Urbaningrum."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengembalikan bukti yang rencananya akan diberikan oleh pengacara Anas Urbaningrum terkait dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang.

"Tadi memang ingin diserahkan suatu bukti, tapi ditolak penyidik karena yang memberikan bukan langsung dari tangan Anas Urbaningrum," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu.

Anas seharusnya diperiksa hari ini sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah terkait pembangunan proyek Hambalang, namun pengacara Anas, Firman Wijaya mengatakan kliennya punya kesibukan lain dan akan menjadwalkan ulang pemeriksaan Anas.

Firman juga mengungkapkan bahwa ia membawa bukti mengenai biaya iklan Andi Alifian Mallarangeng saat mengajukan diri sebagai calon ketua umum Partai Demokrat dalam kongres partai tersebut pada 2010.

Bukti itu dikemas dalam satu keping cakram padat.

"Bukti itu dikembalikan ke pengacaranya karena kami tidak tahu isinya apa, karena bila barang itu menjadi bukti maka kami menyita bukan dari pengacara tapi dari yang bersangkutan jadi bila ingin memberikan bukti silakan datang ke KPK dan kita buka bersama-sama," ungkap Johan.

Cakram padat itu sendiri ternyata hanya berisi tiga video.

Video pertama berdurasi 30 detik dan video ketiga berdurasi satu menit adalah mengenai iklan kampanye Andi Mallarangeng saat menjadi calon ketua umum Partai Demokrat.

Sedangkan video kedua yang berdurasi 2 menit dan 3 detik berisi cuplikan rekaman wawancara dari stasiun televisi TVOne yaitu wawancara presenter Tina Talisa dengan Edhie Baskoro Yudhoyono selaku tim sukses Andi Mallarangeng saat itu, mengenai penggunaan sistem e-voting untuk pemilihan ketua umum.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sebelumnya mengatakan bahwa dalam penyidikan kasus Anas Urbaningrum, KPK mengikuti petunjuk dari bukti-bukti yang diperoleh.

"Kami selalu bekerja `on the track`, mengalir sebagaimana aliran air, maksudnya ke mana bukti itu mengalir kami mengikuti," kata Busyro.

Namun ia tidak mengungkapkan ke mana bukti-bukti yang dikumpulkan tersebut menunjuk seseorang.

"Kami tidak bisa mengungkapkan, kalau demikian seolah-olah kami menargetkan orang, padahal proses penegakkan hukum itu harus profesional, akuntabel tidak boleh dipakai menarget seseorang," ungkap Busryo.

Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.

Sedangkan untuk kasus korupsi pembangunan proyek Hambalang, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu mantan Menpora Andi Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.

Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Terkait dengan kasus ini, mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi. (D017/R021)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013