Untuk tidur saja sulit karena kasur dan bantal terendam lumpur dan segala perabot juga tidak bisa digunakan..."
Ambon (ANTARA News) - Guyuran hujan lebat di Pulau Ambon masih membuat warga merasa resah dan trauma dengan bencana banjir serta tanah longsor pada 30 Juli 2013.

"Hujan lebat tahun lalu yang mencapai klimaksnya pada 1 Agustus hingga menelan korban jiwa dan harta benda di Pulau Ambon, Seram, dan Maluku Tenggara langsung berhenti dengan sendirinya, tapi hujan kali ini lebih parah karena masih tetap bertahan," kata Nurdin, salah satu warga Batumerah di Ambon, Sabtu.

Warga merasa trauma karena rumah mereka masih dalam proses pembersihan dari matrial tanah, pasir, sampah, dan lumpur yang terbawa banjir belum tuntas.

"Untuk tidur saja sulit karena kasur dan bantal terendam lumpur dan segala perabot juga tidak bisa digunakan," katanya.

Kondisi serupa juga terjadi di berbagai kawasan bantaran sungai lainnya yang padat rumah penduduk seperti Skip, Kadewatan, Tanah Tinggi, Mardika, Batugajah, Urimesing, Pohon Pule, Jalan Baru, Waehaong, Galala, Aster Tantui Amahusu, dan Passo.

Bencana banjir dan tanah longsor kali ini juga mengakibatkan ribuan orang masih bertahan di tempat pengungsian yang menyebar di berbagai sudut kota termasuk Kantor DPRD Kota Ambon dan Wisma Atlit Karangpanjang.

Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy mengakui bencana alam tahun ini lebih besar dampaknya dibanding tahun lalu dengan jumlah korban jiwa dan harrta benda yang lebih besar dan jumlah warga yang mengungsi jauh lebih banyak.

"Kerusakan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, talud, maupun rumah penduduk serta harta benda sangat besar dan bencananya merata pada lima kecamatan," katanya.

Regu-regu penyelamat seperti SAR, Tagana, PMI, Satpol PP, TNI dan Polri serta relawan lainnya juga terbagi-bagi pada hampir seluruh wilayah di Pulau Ambon termasuk dipusatkan untuk membantu masyarakat Negeri Lima yang hancur akibat jebolnya natural dam Way Ela.

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013