Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan mayoritas publik (52,05 persen responden) menginginkan kepastian tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang dituangkan dalam pergantian kalender biasa.

Peneliti LSI Rully Akbar kepada pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, hanyak 34,01 persen publik yang setuju penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal mendekati pelaksanaannya (1 hari sebelumnya) dan 13,85 persen publik menyatakatan tidak tahu.

Survei LSI itu dilakukan pada 13--14 Agustus 2013 dengan metode multistage random sampling (wawancara berjenjang), jumlah responden 1.200 orang, menggunakan teknik wawancara handset (quick pool) dan tingkat kesalahan sekitar 2,9 persen. Survei dilengkapai Diskusi Fokus Grup (FGD) dan analisis media nasional.

Rully menjelaskan, survei dilatarbelakangi bahwa selama ini elit agama dan ulama yang bersuara soal kontroversi waktu awal puasa dan Lebaran, sehingga publik luas perlu juga didengar suaranya soal waktu awal puasa dan Lebaran.

Rully mengatakan, penyebab alasan publik menginginkan kepastian Ramadhan dan Lebaran, yaitu semuah pihak mendapatkan kenyamanan dan keuntungan,  seperti dalam hal perencanaan waktu libur, waktu kerja,  transportasi serta perekonomian akan lebih teratur. "Perdebatan atau polemik mengenai jadwal Ramadhan juga bisa diminimalisir," katanya.

Selain itu, sistem kalender juga dianggap sah berdasar hukum agama, terbukti sebanyak 58,76 persen responden menyatakan tidak bertentangan, hanyak 24,30 persen respondenmenyatakan bertentanga, dan 16,94 persen responden tidak menjawab.

Sistem kelilmuan yang canggih saat ini juga dinilai mampu menetapakan awal puasa dan Lebaran jauh-jauh hari sebelumnya, terbukti sebanyak 53,66 persen responden menyatakan bisa, hanya 31,71 responden menyatakan tidak bisa, dan 14,63 responden menyatakan tidak tahu.

Rully juga mengatakan,  sebanyak 74,78 persen pubulik merindukan merayakan Hari Raya secara serentak, hanya 22,12 persedn publik yang menyatakan tidak mesti serentak sesuai kepercayaan masing-masing, dan 3,10 persen tidak menjawab.

LSI memberikan rekomendasi agar ke depan umat Islam merayakan awal puasa dan Lebaran bersama secara nasional, yaitu pertama adanya kesediaan ulama, ilmuwan dan pimpinan Ormas Islam menyatukan parameter waktu awal puasa dan Lebaran, dengan mendayagunakan ilmu pengetahuan secara maksimal.

Kedua, Pemerintah diharapkan konsisten saja dengan penanggalan merah Lebaran di kalender Masehi yang beredar di masyarakat sejak 1 Januari waktu itu. Ketiga, publik luas diharapkan mendorong pimpinan Ormas/ulama/ilmuwan untuk menyatukan parameter awal puasa dan Lebaran.

Selain itu, LSI mengharapkan peran pemerintah sebaiknya minimal saja dalam perbedaan keyakinan masyarakat, khususnya hanya terlibat dalam penentuan tanggal merah hari Lebaran di kalender Masehi. Sidang Isbat H-1, sebaiknya dari masyarakat, untuk masyarakat, tanpa campur tangan pemerintah dan tanpa dana APBN.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013