Berdasarkan perbandingan yang pernah dilakukan, rata-rata pelajar sekolah menengah atas di Singapura dan Thailand membaca 5--7 buku dalam tiga tahun, dinegara Eropa dan Amerika hingga 32 buku , namun di Indonesia nol buku dalam tiga tahun,"
Padang (ANTARA News) - Sastrawan Taufiq Ismail menilai budaya baca pelajar dan generasi muda Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga di kawasan Asia apalagi negara maju seperti Eropa dan Amerika.

"Berdasarkan perbandingan yang pernah dilakukan, rata-rata pelajar sekolah menengah atas di Singapura dan Thailand membaca 5--7 buku dalam tiga tahun, dinegara Eropa dan Amerika hingga 32 buku , namun di Indonesia nol buku dalam tiga tahun," kata Taufiq di Padang, Kamis.

Ia menyampaikan hal itu sebagai pembicara pada roadshow 2013 publikasi gerakan Indonesia Membaca dengan tema "Perpustakaan Sahabat Terbaik Keluarga Indonesia" di Auditorium Gubernur Sumbar.

Menurut dia, pada sekolah menengah atas yang dilakukan perbandingan itu, buku yang wajib dibaca disediakan oleh pemerintah setempat di perpustakaan sekolah dimana setiap siswa memperoleh satu buku.

Kemudian, buku tersebut dibaca hingga tamat dan ditulis kembali oleh siswa serta dilakukan ujian oleh guru, kata dia.

Yang menyedihkan, ternyata di Tanah Air tidak ada satu pun buku yang diwajibkan untuk dibaca dalam tiga tahun sehingga kemampuan menulis juga menjadi lemah.

Ia menceritakan, dahulu di zaman Hindia Belanda, pelajar disekolah setingkat menengah atas di Indonesia diwajibkan membaca 25 buku dalam tiga tahun.

Hasilnya lahir para tokoh pejuang dan pemimpin yang handal dan juga mahir dalam menulis , kata dia.

Tetapi, setelah Indonesia merdeka, kebijakan itu dihapuskan karena pemerintah ingin lebih fokus membangun infrastruktur sehingga perhatian terhadap pelajaran bahasa dan sastra menjadi terabaikan.

Bahkan yang memprihatinkan, terbentuk pandangan bahwa yang hebat itu adalah pelajaran eksata sehingga pelajaran bahasa, sastra dan menulis dipandang kurang penting.

Akibatnya sering dijumpai murid yang pintar matematika, fisika dan lainnya , namun tidak bisa membuat karangan atau tulisan, kata dia.

Oleh sebab itu perlu ditanamkan kecintaan membaca buku dan menulis di bangku sekolah sejak dini.

Semua upaya itu dapat terwujud jika pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkomitmen memperbaiki pola pengajaran yang ada, dan lebih menekankan pelajar untuk membaca dan menulis, kata dia.(*)

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013