Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu berhasil mendapatkan senyawa kalkon yang merupakan senyawa antibakteri yang keberadaannya sangat jaran
Yogyakarta (ANTARA News) - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta berhasil mensintesis senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella tiphy penyebab penyakit tipus dan bakteri Staphilococcus aureus penyebab infeksi saluran pernapasan atas.

"Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu berhasil mendapatkan senyawa kalkon yang merupakan senyawa antibakteri yang keberadaannya sangat jarang di alam," kata dosen pembimbing Cornelia Budimarwanti di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, kalkon merupakan salah satu kelompok flavonoid yang hanya ditemukan pada beberapa golongan tumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Senyawa itu memiliki aktivitas biologis yang sangat bermanfaat di antaranya sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri.

Tim PKMP yang terdiri atas Dwi Winarto, Indar Subekti, dan Tika Pangesti itu mendapatkan senyawa kalkon melalui penelitian berjudul "Sintesis Senyawa 4-Hidroksi-3-Metoksikalkon Sebagai Agen Antibakteri Dan Uji Aktivitasnya Terhadap S. Aureus, E. Coli, dan S. Tiphy Secara In Vitro".

"Keberhasilan sintesis senyawa itu akan sangat bermanfaat dan berguna bagi kehidupan," katanya.

Dwi Winarto mengatakan, tim PKMP telah melakukan sintesis senyawa 4-hidroksi-3-metoksikalkon sebagai antibakteri melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt berbahan dasar vanilin dan asetofenon, melakukan karakterisasi dan menguji daya hambat terhadap S. aureus, E. coli, dan S. tiphy.

"Dari hasil uji daya hambat diperoleh variasi konsentrasi senyawa 4-hidroksi-3-metoksikalkon dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. tiphy dengan konsentrasi maksimal adalah 800 ppm. Namun, senyawa tersebut tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli," katanya.

Selain itu, menurut dia, senyawa yang dihasilkan belum murni. Kemungkinan masih ada NaOH yang tersisa yang mengakibatkan senyawa yang dihasilkan memiliki pH tinggi.

"Besarnya pH sangat mempengaruhi aktivitas bakteri, dan setiap bakteri memiliki pH maksimum yang berbeda. pH maksimum untuk S. aureus adalah 10 dan S. tiphy sembilan," katanya.(*)

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013