Palu (ANTARA News) - Harga udang Indonesia naik tajam pada Agustus 2013 karena suplai di pasar dunia menurun akibat gagal panen di beberapa negara penghasil udang serta dampak depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Saat ini, kata Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) kawasan Timur Indonesia H. Hasanuddin Atjo, harga udang budidaya jenis windu dan vaname di tingkat pembudidaya di Jawa Timur menembus angka Rp75.000,00 sampai Rp94.000,00 per kilogram.

Saat dihubungi melalui telepon disela studi komparasi di Pelabuhan Perikanan Samudra Muara Baru dan Pelabuhan Perikanan Pantai Muara Angke, Jakarta, Minggu, Hasanuddin Atjo merinci, harga udang ukuran 70 ekor per kg kini mencapai Rp75.000,00, ukuran 50 ekor seharga Rp86.000,00 per kg dan ukuran 40 ekor seharga Rp94.000,00 per kilogram.

"Harga ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang rata-rata Rp48.000,00 per kilogram," kata Hasanuddin Atjo, pengusaha tambak udang dan penemu sistim budidaya udang vaname super intensif dengan produksi 153 ton per hektare di Kabupaten Baru, Sulsel itu.

Menurut dia, ada dua faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya harga udang tersebut yakni pertama adalah negara-negara penghasil udang utama dunia seperti China, Thailand, Vietnam, dan Meksiko mengalami gagal panen akibat serangan penyakit yang disebut EMS (early mortality syndroms) yang diduga disebabkan oleh sejenis bakteri.

Konsekwensi dari wabah tersebut adalah stok udang dunia menurun sementara negara-negara pembeli udang seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang membatasi impor udang dari negara yang sedang terkena wabah EMS tersebut.

Penyebab lainnya adalah melorotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini telah menembus angka Rp11.000, namun faktor ini pengaruhnya dinilai masih kecil.

Penemu sistim budidaya udang vaname super intensif di Kabupaten Barru Sulsel itu mengemukakan bahwa tinginya harga udang ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat dan perolehan devisa negara, karena saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil utama udang yang dinyatakan bebas dari wabah EMS.

Indonesia sendiri pada 2012 memproduksi sebesar 405.000 udang dan diprediksi tahun 2013 ini akan meningkat menjadi hampir 500.000 ribu ton.

Diperkirakan, kata doktor perikanan dari Universitas Hasanuddin Makassar itu, kondisi perudangan dunia ini akan pulih kembali paling cepat dua atau tiga tahun mendatang.

Terkait dengan wabah EMS ini, upaya yang telah dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan RI bekerja sama dengan Shrimp Club Indonesia antara lain adalah memperketat masuknya sarana dan prasarana budidaya yang berasal dari negara yang sedang terkena wabah, memperbaiki mutu benih serta sosialisasi dan pengawasan tentang cara berbudidaya udang yang baik dan berkelanjutan.

Selain itu juga dilakukan percontohan-percontohan serta pendampingan di beberapa sentra produksi seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Sumatra Utara, Lampung dan Sulawesi Selatan.

Peluang Sulteng

Saat tanya tentang prospek Sulawesi Tengah dalam, Hasanuddin Atjo yang uga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng ini mengatakan bahwa Sulawesi Tengah merupakan salah satu wilayah yang memiliki keunggulan komparatif untuk menjadi salah daerah penghasil udang terkemuka di Indonesia.

Keunggulan itu antara lain adalah masih baiknya kondisi lingkungan perairan laut di tiga `cluster` pengembangan yaitu Selat Makassar-Laut Sulawesi (meliuti Kabupaten Buol, Tolitoli dan Donggala); Teluk Tomini (meliputi Kabupaten Parigi Moutong, Poso, Tojo Unauna dan Banggai bagian barat) serta Teluk Tolo (Banggai bagian timur, Banggai Kepulauan, Banggai laut dan Morowali serta Morowali Utara).

Keunggulan lainnya adalah terbitnya regulasi yang antara lain menetapkan Kota Palu bersama Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia yang nantinya akan memperkuat daya saing komoditi daerah ini.

Ia juga menyebutkan bahwa mulai 2013 ini, Sulawesi Tengah telah memiliki cadangan energi listrik yang berlimpah yang memungkinkan industri tumbuh lebih pesat, termasuk budidaya udang yang juga membutuhkan ketersediaan listrik yang memadai dan terjamin suplainya.

Namun demikian, katanya, daerah ini masih diperhadapkan oleh beberapa faktor penghambat antara lain infrastruktur jalan, air bersih, dan masalah sosial termasuk di dalamnya kemudahan, kenyamanan dan keamanan berinvestasi yang harus mendapat perhatian serius dari seluruh instansi terkait.

"Bila Sulawesi Tengah dapat tercipta iklim yang kondusif untuk berinvestasi, maka ke depan daerah ini akan menjadi salah satu penghasil udang terkemuka di negeri ini dan paling tidak bisa memproduksi udang sebanyak 200 ribu ton setahun dengan nilai 1,6 miliar dollar US atau Rp16 triliun dan mampu menyerap tenaga kerja sampai 80 ribu jiwa," ujarnya.

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013