Kita lagi berusaha cari kedelai dari tempat-tempat lain seperti Paraguay, Brazil, Argentina. Ini sedang dipelajari oleh seluruh pelaku usaha supaya kita mampu membantu stabilisasi harga,"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan bersama pelaku usaha berupaya mencari negara alternatif pengekspor kedelai selain Amerika Serikat, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuat tempe itu sebanyak 600.000 ton hingga akhir tahun.

"Kita lagi berusaha cari kedelai dari tempat-tempat lain seperti Paraguay, Brazil, Argentina. Ini sedang dipelajari oleh seluruh pelaku usaha supaya kita mampu membantu stabilisasi harga," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Jakarta, Jumat.

Gita kembali menekankan bahwa selama ini kenaikan harga kedelai dikarenakan produksi nasional jauh lebih sedikit dari kebutuhan nasional.

Untuk menurunkan harga, Indonesia terpaksa mengimpor kedelai yang mayoritas dari Amerika Serikat. Permasalahannya saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tengah bergejolak sehingga akan mempengaruhi impor kedelai dari Negeri Paman Sam itu.

"Kedatangan (impor kedelai) dari luar negeri ini terkait dengan gejolak nilai tukar beberapa waktu yang lalu, tapi saya percaya dengan langkah-langkah yang diambil pemerintah bisa mendorong stabilisasi harga kedelai ini. Intinya kalau stok ada, stabilitas nilai tukar ada, stabilitas harga kedelai akan tetap ada," ujar dia.

Gita mengatakan Kemendag akan terus berkomunikasi dengan pemangku kepentingan termasuk pengusaha, pedagang dan pengrajin.

Lebih jauh dia mengatakan bahwa ijin impor kedelai sudah dikeluarkan pada Kamis (29/8) kepada sejumlah pengusaha. Di sisi lain menurut Gita, petani sudah mulai semangat untuk menanam kedelai kembali yang diperkirakan akan panen dalam dua hingga tiga bulan ke depan.

"Untuk ijin impor kedelai yang sudah diberikan, biasanya datangnya dua sampai empat minggu, nanti saya akan diinformasikan. Tapi saya garis bawahi bahwa pasokan cukup sampai beberapa bulan ke depan," kata dia.

Ke depan, lanjut Gita, produksi kedelai nasional harus jauh ditingkatkan, agar ketergantungan terhadap impor tidak terlalu berlebihan layaknya saat ini.
(*)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013