Jakarta(ANTARA News) - Udang Indonesia kini menjadi primadona dalam perdagangan global dan momentum ini harus dimanfaatkan untuk mengembalikan kejayaan udang Tanah Air, kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto.

"Saat ini, udang kembali menjadi primadona dengan harga yang cukup tinggi dan tingkat keberhasilan budi daya yang bagus," kata Slamet, Sabtu.

Menurut Slamet, harga udang Indonesia meningkat tajam pada Agustus 2013 karena suplai komoditas tersebut di pasar dunia menurun akibat gagal panen di beberapa negara penghasil, serta dampak depresiasi rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat.

Sementara itu, model tambak percontohan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP di sejumlah titik, seperti di kawasan Pantura, dalam menggairahkan usaha budi daya udang di Tanah Air dinilai mulai menampakkan hasil.

"Tambak yang dahulunya terbengkalai, saat ini sudah mampu berproduksi dan dikelola oleh masyarakat sekitar lokasi tambak," katanya.

Pengembangan budi daya di tambak-tambak yang terbengkalai, ujar dia, akan meningkatkan produktivitas lahan, menggairahkan kembali usaha budi daya udang, meningkatkan produksi udang sekaligus meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petambak di sekitarnya.

Sebelumnya, Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) Kawasan Timur Indonesia Hasanuddin Atjo di Jakarta, Minggu (25/8), mengatakan, harga udang ukuran 70 ekor per kilogram harganya Rp75.000 ukuran 50 ekor seharga Rp86.000 dan ukuran 40 ekor mencapai Rp94.000.

"Harga ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang rata-rata Rp48.000 per kilogram," kata Hasanuddin Atjo, pengusaha tambak udang dan penemu sistem budidaya udang vaname super intensif dengan produksi 153 ton per hektare di Kabupaten Baru, Sulawesi Selatan.

Menurut dia, ada dua faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya harga udang tersebut, yakni pertama adalah negara-negara penghasil udang utama dunia, seperti China, Thailand, Vietnam, dan Meksiko mengalami gagal panen akibat serangan penyakit yang disebut "EMS" (early mortality syndroms) yang diduga disebabkan oleh sejenis bakteri.

Konsekuensi dari wabah tersebut adalah stok udang dunia menurun sementara negara-negara pembeli, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang membatasi komoditas tersebut dari negara yang sedang terkena wabah EMS.



Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013