Kita harus bersikap tegas untuk memastikan tidak ada penyelesaian melalui jalur militer.
Astana, Kazakhstan (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri akan memulangkan warga negara Indonesia (WNI) yang ada di Suriah secara bertahap guna menjamin keselamatan selama eskalasi konflik di negara tersebut terus meningkat.

"Banyak keprihatinan tentang warga negara kita yang berada di Suriah. WNI di Suriah sempat terdata 12.572 orang sempat terdata, namun selama ini telah dipulangkan 8.679 orang. Jadi masih tersisa sekitar tiga ribu orang di sana," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kenegaraan di Astana, Kazakhstan, Senin siang.

Ia mengatakan dari tempat penampungan sementara yang disiapkan di Kedutaan Besar RI di Damaskus dan juga di Beirut menampung beberapa WNI yang berasal dari Suriah.

"Saat ini di di KBRI Damaskus ada 148 orang di KBRI Beirut ada 146 orang. Proses pemulangan terus dilakukan bahkan sekarang ditetapkan bahwa WNI kita segera direpatriasi," kata Menlu.

Ia menambahkan proses pemulangan terus dilakukan secara bertahap untuk menghindari kemungkinan terjadi situasi di mana semua WNI harus dipulangkan secara bersamaan karena keadaan yang semakin genting.

"Mudah-mudahan prosesnya bisa berlangsung seperti sekarang ini, tidak ada ketidaknyamanan dan tidak ada korban di antara warga negara kita. Ini harus dilakukan secara penuh kehati-hatian, kita tidak ingin ada peningkatan jumlah yang harus dikembalikan sementara sarana transportasi belum ada (untuk pengangkutan jumlah besar sekaligus-red)," kata Marty.



Bertemu Sekjen PBB

Sementara itu menyikapi perkembangan di Suriah, Menlu mengatakan, pada sela-sela pertemuan tingkat tinggi G-20 di St Petersberg Rusia, Presiden Yudhoyono dijadwalkan bertemu dengan Sekjen PBB Ban Ki-Moon dan Perdana Menteri Turki.

Indonesia juga berpandangan bahwa krisis di Suriah harus segera dihentikan karena telah berlangsung cukup lama dan terus menunjukkan perkembangan yang tak kunjung membaik.

"Kita melihat di layar televisi dan pemberitaan apa yang kita semua saksikan keadaan di Suriah tidak membaik, justru semakin memburuk dan ini titik terendah yang kita lihat ketika penggunaan senjata kimia terindikasikan pada 21 Agustus yang lalu," katanya.

Pandangan Indonesia, kata Marty, jelas dan akan disampaikan dalam berbagai kesempatan sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap penyelesaian masalah tersebut.

"Indonesia jelas sikapnya, bahwa presiden meminta bahwa fakta tentang kebenaran penggunaan senjata kimia ini harus dipastikan. Kita mengetahui ada tim dari PBB yang sedang bekerja dan kita harus menunggu hasil tim inspeksi PBB ini," kata dia.

"Kemudian yang diharuskan dan diwajibkan kepada Dewan Keamanan PBB adalah agar mereka memiliki satu pandangan yang sama bagaimana merespon perkembangan ini karena jelas penggunaan senjata kimia di kalangan yang tidak berdosa adalah sesuatu yang tidak bisa diterima. Namun respons atau bentuk tanggapan masyarakat internasional jangan sampai malah menciptakan penderitaan kemanusiaan yang baru, jadi harus betul-betul tepat," tegasnya.

"Sudah terlalu lama penderitaan warga Suriah ini dibiarkan berlangsung. Kita harus bersikap tegas untuk memastikan tidak ada penyelesaian melalui jalur militer. Ujungnya harus penyelesaian melalui cara damai dan diplomasi," tandasnya.

Pewarta: Panca Hari Prabowo
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013