Jakarta (ANTARA News) - Pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia, Gunawan Wibisono menegaskan pemindahtanganan frekuensi itu seyogianya tak mudah karena menyangkut aset penting negara yang sarat dengan prosedur ketat.

"Saya kok heran ya, ada fakta pengalihan aset penting negara hanya cukup dengan izin menteri, contohnya dalan proses merger XL Axiata dengan Axis Telekom," katanya di Jakarta, Rabu

Gunawan Wibisono mengatakan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 akhirnya menjadi " banci", karena di satu sisi melarang tapi di satu sisi juga membolehkan.

Regulator seharusnya mencegah terjadinya transaksi spectrum frekuensi radio dan izin penyelenggaraan serta mencegah terjadinya transaksi sumber daya alam yang terbatas secara terselubung itu, katanya dalam diskusi terbuka , tema "Merger dan Akuisisi dalam Industri Telekomunikasi dan Bedah Buku Regulasi Persaingan Usaha dalam Industri Telekmunikasi".

Gunawan mengatakan, harus ada batas transaksi sumber daya terbatas atau sumber daya itu harus dikembalikan ke pemerintah karena frekuensi bukan lah aset perusahaan sehingga tak bisa ikut serta dalam proses merger atau akuisisi.

Pasal 25 PP 53/2000 adalah izin stasiun radio yang boleh dipindahtangankan atas seizin menteri, bukannya frekuensi.

"Banyak pemilik frekuensi tapi tidak punya ISR, seperti operator WiMax. Operator seluler yang berlisensi nasional pun banyak yang ISR nya tak sampai separuh dari komitmen pembangunannya," tuturnya, seraya menambahkan, PP No. 53 Pasal 25 ayat 2 menyebutkan pemindahtanganan frekuensi dibolehkan atas izin menteri, dalam hal ini Menkominfo. Ini yang menjadi kontradiktif.

Sementara itu, Kabiro Merger Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Ahmad mengatakan KPPU akan mengklarifikasi apakah penguasaan frekuensi perusahaan hasil merger akan mempengaruhi pasar dan persaingan usaha.

"Bila iya, maka KPPU akan mulai melakukan kajian, terutama data pesaing dari XL maupun Axis," tambahnya.

Sementara itu,Direktur Utama XL Axiata Hasnul Suhaimi mengakui memang frekuensi tidak boleh dijualbelikan tapi harus dikembalikan ke pemerintah.

"Dan pemerintah lah yang akan menentukan apa yang akan dilakukan dengan frekuensi itu sesuai kebutuhan pelayanan kepada pelanggan dan aturan yang berlaku," tambahnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika terus mengkaji rencana merger dan akuisisi PT XL Axiata dan PT Axis Telekom agar tetap pada koridor hukum yang berlaku, terutama pada persoalan sumber daya alam yang terbatas, frekuensi.

"Kami mempertimbangkan prinsip dasar atas suatu perizinan yang bersifat konkret, final dan individual dalam kaitannya dengan perizinan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi", ujar Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo M. Budi Setiawan.

(Y005/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013