Jakarta (ANTARA News) - Senyum mengembang di wajah Ed Riko (22) saat dua pramusaji perempuan berpakaian ala siswa sekolah Jepang mengantarkan kue dan minuman pesanan.

Riko memang jauh-jauh datang dari Palangkaraya untuk kembali mencicipi sajian makanan Maid Cafe dan Butler Cafe Anime Festival Asia Indonesia 2013 (AFA ID).
 
Pria yang tahun lalu juga mendatangi AFA ID itu mengaku merindukan suasana unik Maid Cafe yang penuh para pelayan berwajah rupawan yang berdandan bak karakter komik yang hidup di dunia nyata.

Setelah berbincang akrab sejenak dengan dua pramusaji perempuan yang datang ke mejanya, Riko makin sumringah. Penantiannya selama setahun terbayar sudah.
 
"Puas banget!" kata Riko tersenyum lebar.

Riko hanya satu dari sekian banyak orang yang penasaran dengan keunikan kafe itu.

Para pelayan perempuan di Moe Moe Kyun Maid Cafe memakai rok kotak-kotak, kemeja putih, blazer biru tua, dan dasi bernuansa merah.

Bersama para pramusaji pria dari Atelier Royale Butler Cafe, para muda mudi dari Indonesia, Malaysia, dan Singapura mewujudkan sekilas sensasi kafe-kafe Maid dan Butler yang ada di Akihabara.
 
"Moe moe kyun no power up!"

Para maid punya kewajiban mengucapkan yel-yel itu sambil menggerakkan kedua tangan yang disatukan menjadi berbentuk simbol "love" setelah mengantarkan makanan, katanya agar hidangannya menjadi lebih enak.

"Moe artinya cute, kyun itu partikel suara lucu, Power Up untuk bikin makannya lebih enak," kata Momo yang tahun lalu menjadi satu-satunya pramusaji asal Indonesia di kafe itu.

Kali ini, Momo ditemani beberapa pramusaji perempuan baru asal Indonesia, termasuk di antaranya Rena.

Rena, yang saat ini masih kuliah, mengaku belajar banyak dari Momo yang lebih berpengalaman. Dan karena ini adalah pengalaman pertamanya, dia butuh waktu untuk bisa mengucapkan yel-yel dengan percaya diri dan bersemangat.

"Hari pertama ini seru banget, tadinya aku gugup, masih malu-malu. Tapi lama-lama bisa dan seru juga," tuturnya saat ditemui di AFA ID 2013 pada Jumat (6/9) malam.

Nao pun tidak kalah deg-degan saat menjadi pramusaji di kafe yang menyajikan nasi kari dan hamburger masing-masing dengan harga Rp190 ribu dan kue-kue seharga Rp150 ribu itu.

Pria berkacamata yang tampil rapi mengenakan rompi rajut abu-abu, kemeja tangan panjang berwarna putih, dasi merah, dan celana panjang hitam itu juga baru pertama kali menjadi butler, sebutan untuk pramusaji di kafe itu.

Sebagai butler, dia ditantang untuk dapat bersikap ramah dan mengobrol akrab dengan pengunjung.

"Bagaimana cari bahan pembicaraan yang cocok, itu yang paling susah," ujar pria yang sempat diminta menyanyi oleh pengunjung kafe karena bersuara merdu itu.

"Ada yang ngajak ngobrol panjang, tapi terus diam, terus ngobrol lagi, lalu diam lagi. Canggung rasanya. Tapi enggak apa-apa, namanya customer harus dilayani," celotehnya.

Selain Nao dan Rena, ada beberapa wajah pramusaji perempuan dan pria yang lebih familiar bagi pengunjung karena mereka juga berpartisipasi tahun lalu.

Harapan pengunjung untuk mendapatkan layanan dari pramusaji favorit mereka belum tentu terpenuhi karena mereka tidak boleh memilih pelayan tertentu.
 
Menurut Rena, ada pengunjung yang sampai ngambek kepada dia karena bukan pramusaji favorit yang melayani pesanannya.

"Tapi begitu aku 'Power Up' dia senyum lagi, eh terus cemberut lagi," selorohnya.

Para pramusaji kafe asal Indonesia yang baru berpartisipasi tahun ini punya kesempatan untuk mengembangkan sayap di Moe Moe Kyun Maid Cafe dan Atelier Royale Butler Cafe.

Rena dan Nao sama-sama penasaran ingin merasakan suasana kerja dan pengunjung kafe di Singapura.
 
Momo, yang sudah tiga kali menjadi pramusaji di Moe Moe Kyun Maid Cafe di Indonesia maupun Singapura, mengatakan terpilih menjadi maid dan butler untuk ajang serupa di negeri jiran merupakan peluang emas yang tidak bisa dilewatkan.

"Kesempatan bagus sekali untuk mengeksplorasi customer baru, suasana baru, dan kerja sama orang-orang baru," kata gadis berkuncir dua ini.

Menurut dia, pengunjung kafe di Singapura relatif lebih kalem dibandingkan di Indonesia.
 
"Kalau di Singapura kelihatannya malu-malu, di Indonesia antusias banget. Seru-seru orangnya, mereka mau ikut ngomong yel 'Power Up'," ujar Momo

Momo, Rena, dan Nao, mengatakan bekerja di kafe itu membuat mereka bisa mengasah kemampuan berbahasa Inggris dan menambah wawasan melalui interaksi dengan teman-teman dengan latar budaya berbeda dari Malaysia dan Singapura.

"Ini adalah pengalaman kerja profesional," imbuh Momo.

Bagi mereka bertiga, menjadi pramusaji kafe itu merupakan pengalaman yang tidak tergantikan.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013