Lebak (ANTARA News) - Sekitar 250 pekerja tahu dan tempe di Kabupaten Lebak, Banten, menganggur akibat aksi mogok dengan tidak berporduksi atas mahalnya kedelai impor di pasaran.

"Kami mencatat sekitar 250 tenaga kerja tahu dan tempe tidak bekerja," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Wawan Kuswandi di Rangkasbitung, Senin.

Ia mengatakan, aksi mogok yang dilakukan perajin tahu dan tempe se- Kabupaten Lebak diharapkan tidak berlanjut lama, karena bisa berdampak terhadap pengangguran juga pendapatan ekonomi masyarakat.

Selama ini, kata dia, perajin tahu dan tempe terpukul dengan melonjaknya harga kedelai.

Kenaikan kedelai di pasaran hampir setiap hari terjadi akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dolar.

"Kami meminta para pedagang tahu dan tempe cukup tiga hari saja tidak berjualan sebagai bentuk protes atas mahalnya harga kedelai impor itu," katanya.

Seorang perajin tempe, Suhali (55) warga Rangkasbitung mengaku bahwa dirinya dan teman-teman lainnya tidak berjualan sebagai bentuk solidaritas atas mahalnya harga kedelai impor--bahan baku tahu dan tempe.

Saat ini, harga kedelai impor di pasaran menembus Rp10.500 per kilogram, padahal sebelumnya Rp7.000/kg.

"Kami berharap Pemerintah segera mengendalikan harga kedelai sehingga pedagang tahu dan tempe normal kembali berproduksi," katanya.

Sementara itu, sejumlah pegawai tahu dan tempe di Rangkasbitung mengaku bahwa mereka terpaksa tidak bekerja atas terjadinya aksi mogok pedagang itu.

"Kami berharap aksi mogok atas bentuk protes kenaikan kedelai ini tidak berlanjut lama," kata Edi Junaedi, seorang pekerja tahu yang kini menganggur.

Pewarta: Mansyur
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013