Jakarta (ANTARA News) - Hendrianto bin Hermanto alias Vicky Prasetyo (VP). Usianya, "twenty nine my age". Ia mengaku senang musik, dan merindukan apresiasi dari khalayak masyarakat, bukan justru menuai cemooh dan olok-olok.

Mengapa berbondong-bondong penggembira media sosial, baik Facebook maupun Twitter, tersulut galau karena, "kita belajar, apa ya, harmonisasi dari hal terkecil sampai terbesar"?

Dalam tayangan cuplikan video "C&R" selama 59 detik yang diunggah di media sosial Youtube, VP yang bertampang klimis berpakaian parlente duduk berdampingan dengan artis dangdut Zaskia.

Video itu kemudian diunggah akun "tv-ri" pada 7 September 2013. Tajuk videonya "Wawancara Kocak Zaskia Gotik & Vicky Prasetyo" VP divonis sebagai orang yang sok memakai bahasa intelek, menggunakan bahasa gado-gado antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yang terkesan sekenanya saja.

Ganjil, janggal, tidak berterima secara nalar, begitulah tudingan khalayak. Gaya bahasa Vicky diamini kemudian ditiru di Twitter dalam konteks banyolan.

Melalui akun @marischkaprue, bloger wisata Marischka Prudence pun berkicau, "Statusisasi perut lapar jam segini itu pasti karna konspirasi kemakmuran indomie deh...."

Berbekal kata "logika", dalam arti menurut akal sehat, khalayak meneliti dan menelaah ketepatan bernalar dari VP. Dia yang bertutur, "kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, harmonisisasi, statusisasi kemakmuran, dan labil ekonomi.", langsung divonis telah menyulitkan orang untuk memahami maksudnya.

Terbitlah tulisan-tulisan yang memandang VP telah mencederai gaya berbahasa. Situs jurnalisme warga Kompasiana menurunkan judul "Wawancara Kocak Zaskia Gotik & Vicky Prasetyo, Asli Bikin Ngakak".

Bagaimana pembaca tidak ngakak, penggunaan pasangan kata "kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, harmonisisasi, statusisasi kemakmuran, dan labil ekonomi", justru tidak berterima dari penggunaan bahasa pada umumnya.

Apakah penggunaan bahasa bergaya VP ini hanya dikenal bagi dirinya sendiri? Ya, karena ia menabrak dan melabrak pakem bahwa jika kita menggunakan kata-kata yang umum, maka kita tidak memerlukan penjelasan-penjelasan lebih lanjut.

Apa yang dimaksudkan dengan "kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, harmonisisasi, statusisasi kemakmuran, dan labil ekonomi"? Kebanyakan orang menuntut maksud yang terang benderang dari pasangan kata yang dicetuskan oleh VP.

Selain itu, VP memang tahu tentang berbicara - baik bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris - hanya saja ia tidak tahu bagaimana berbicara dan berbahasa yang berterima secara nalar.

Ketika si Badu dilihat dan dinilai sebagai orang naif, bodoh, atau ceroboh, maka pengungkapan dan penilaian ini sama sekali tidak mengaitkan atau menghubungkan dengan pengetahuan ini atau pengetahuan itu.

Badu hanya tidak mampu melakukan pekerjaan tertentu, karena ia orang naif, bodoh, atau ceroboh. Meminjam istilah yang sedang ngetren, Badu tidak kompeten dalam berbahasa. Artinya, Badu tidak tahu bagaimana berbicara dan berbahasa yang berterima secara nalar.

Kalau seseorang disebut sebagai wartawan, maka ia kompeten dalam meliput fakta dan peristiwa, kemudian menuangkannya dalam berita lempang atau karangan khas. Wartawan dapat melaksanakan setiap tugas jurnalistik.

Kalau seseorang disebut sebagai manajer profesional, maka ia kompeten dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan tata laksana perkantoran.

Nah, VP menghadapi soal, bahwa tutur gaya berbahasanya tidak dapat dan tidak mampu menggerakkan orang untuk melaksanakan sesuatu yang bermakna dalam hidup keseharian.

Apakah rentetan tuturan VP dari kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, harmonisisasi, statusisasi kemakmuran, sampai labil ekonomi, memang mampu menggerakan orang untuk melaksanakan suatu perbuatan atau tindakan?

Kata-kata yang diucapkan VP sia-sia belaka alias absurd, alias omong kosong. Kata-katanya sama sekali tidak berdaya guna. Mengapa?

Kalau seseorang menyatakan ia punya uang sebanyak lima juta rupiah, maka pembicaraan dan penjelasan lanjutannya, apa yang bisa dibeli atau tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak lima juta rupiah itu. Bukan justru berbicara mengenai warna dari uang-uang itu, atau kapan uang-uang itu dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Makna kata atau konsep atau teori, hendaknya dikaitkan dengan pemakaian, penggunaan atau fungsi kata, konsep atau teori dalam hidup sehari-hari.

Heboh seputar Vicky Prasetyo mengerucut kepada tanya, apa gunanya berbusa-busa berpidato, apa gunanya njlimet dalam teori dan konsep, kalau akhirnya tidak bisa digunakan atau diterapkan?

Jangan jadi macan kertas, jangan jadi harimau mimbar, kalau kata-kata jauh api dari panggang, karena segala kata hendaknya bertuah dalam perbuatan dan berujung dalam tindakan. Meminjam istilah keseharian, jangan omong doang atau omdo, atau ngibul.

Apakah VP sedang membual? Boleh jadi, karena kata-kata yang ia ucapkan tidak bermakna apa-apa bagi perwujudan tindakan dan perilaku.

Silakan mencerna dan memahami pernyataan VP berikut ini, "Dengan adanya hubungan ini, bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia, tapi menjadi confident. Tapi, kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik dan aku sangat bangga."

Apakah VP melakukan sesat pikir, atau sesat nalar? Boleh jadi, karena sesat pikir dan sesat nalar terjadi bila orang mengemukakan sebuah penalaran yang sesat dan ia sendiri tidak melihat kesesatannya. Penalaran itu disebut sebagai paralogis.

Berapa banyak masyarakat membaca lewat media massa cetak, dan mencermati tayangan dari media elektronika yang berbau penalaran paralogis khas VP?

Berapa banyak masyarakat dijejali dan disesaki dengan pernyataan-pernyataan elite politik dan ekonomi yang kerapkali berbau penalaran "yang tidak ada gunanya"? Pernyataan-pernyataan bergaya VP, asal bunyi alias asbun.

Silakan mencermati bentang kepala berita dari sejumlah media massa cetak nasional, misalnya Harga Kedelai Diturunkan, sementara masih terngiang nyanyi sunyi dari balada produsen dan konsumen tempe tahu.

Bagaimana menjelaskan dengan terang benderang pernyataan, Tanjung Priok mengalami kemacetan setidaknya 47 hari ke depan, dan bagaimana menjelaskan bahwa polisi ditembak mati di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?

Pertanyaan lanjutannya, mengapa gaya berbahasa VP muncul? VP menjadi salah satu korban dari logika mode. Logika mode, menurut staf pengajar tetap Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Haryatmoko, mengarah kepada hal-hal yang spektakuler, dan sarat sensasi.

Logika mode memungkinkan pengingkaran terhadap masa lalu dan pemujaan terhadap segala yang baru. Logika mode berpatokan kepada fatsun bahwa yang baru itu senantiasa indah.

Logika mode menuntut pembaharuan terus menerus agar tetap diminati demi kelangsungan hidup di tengah dunia yang serba menuntut kompetisi, serba menuntut kecepatan, serba menuntut yang instan-instan saja. Logika mode bertujuan agar ditonton.

Dan heboh Vicky Prasetyo disebabkan oleh logika mode yang serba ingin baru, ingin nyeleneh, ingin ditonton oleh khalayak lewat media massa cetak, dunia maya, media massa elektronika.


Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013