Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh Indonesia berkumpul di Gedung Dewan Pers, Jekarta Pusat, Kamis siang.

Mereka di antaranya adalah Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, Buya Syafii atau Ahmad Syafii Maarif, Franciscus Welirang, Gerson Poyk, Laksamana Madya TNI Purnawirawan Didik Heru Purnomo, dan mantan kepala BP Migas R Priyono.

Dibalut dalam sebuah acara peluncuran buku berjudul "Orang-orang Hebat dari Mata Kaki ke Mata Hati" karya wartawan Emanuel Dapa Loka, kehadiran mereka memberikan inspirasi sekaligus kesaksian tentang perjalanan hidup dan karirnya.

Para tokoh tersebut masing-masing berbagi cerita inspiratifnya mengenai makna "hebat".

"Hebat, menurut saya adalah bukan karena gagasannya atau omongannya, tapi hebat karena habit atau kebiasaan, habit menjelma menjadi integritas dan komitmen," kata Sofjan Wanandi.

Sementara, Buya Syafii mengatakan buku karya Emanuel yang berisi kisah-kisah para tokoh inspiratif itu harus dibaca oleh generasi muda.

"Saya pesan pada pengusaha-pengusaha yang ada di sini, beli buku-buku ini dan donasikan pada anak-anak kita yang masih duduk di SD, mereka butuh bacaan seperti ini," katanya.

Buku karya mantan wartawan lepas surat kabar "Jakarta Post" tersebut berisi kisah 20 tokoh inspiratif.

Emanuel yang tidak lulus sarjana itu mengisahkan dengan apik hal-hal "hebat" yang dilakukan para tokoh.

Misalnya saja ada Drg. Aloysius Guyai, M.Kes, Direktur RSUD Abepura.

Dokter Alo, begitu sapaannya, berasal dari daerah terpencil di Paniai, Papua yang terkenal akan  kematian komunal akibat wabah kolera dan malaria.

Seluruh keluarga dokter Alo merupakan korban tidak langsung dari kegagalan pembangunan kesehatan di sana. Lima dari delapan saudaranya meninggal akibat kolera.

Sebuah kisah mengharukan dan inspiratif adalah saat perayaan Natal 25 Desember 1961, di mana seluruh umat kristiani di daerahnya diminta membawa bahan makanan mentah dari rumah seperti sayur mayur, daging kuskus, daging babi, mie instan dan ikan kaleng atau sarden.

"Ayah saya bingung apa itu sarden dan supermi, jangankan pernah makan, pernah lihat saja tidak," kata dokter Alo.

Saat itu, alih-alih membawa supermi dan sarden, ayah dokter Alo membawa bahan makanan lain dua kali lipat.

Namun, panitia tetap mendesak meminta sarden dan supermi. Ayah dokter Alo terdiam. Keluarga mereka diusir, kembali pulang dengan barang bawaannya.

Setelah kejadian itu, ayah dokter Alo bernazar jika anaknya akan diserahkan pada Tuhan agar kelak bisa menikmati sarden dan supermi bahkan bisa melihat pabriknya.

Akhirnya, begitu Aloysius beranjak dewasa, ayahnya menyekolahkannya di asrama.

"Keinginan Bapak saya adalah agar saya dekat-dekat dengan misionaris Belanda, biar saya bisa diajak ke Belanda makan sarden," katanya.

Kini, Aloysius telah menjadi dokter dan memimpin sekitar 700 staf di RSUD Abepura.

Demi menolong warga, beberapa aturan dilanggarnya, termasuk memberi pelayanan gratis pada pasien miskin tanpa kartu jaringan pengaman sosial kesehatan.

Selain kisah dokter Alo, masih banyak kisah inspiratif lain yang bisa ditemukan di buku yang awalnya berjudul "Orang-orang Matahari" itu.

Oleh Ida Nurcahyani
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013