Jakarta (ANTARA News) - Minyak sawit Indonesia masih menghadapi tekanan persaingan tidak sehat di pasar internasional akibat kampanye-kampanye negatif yang sengaja dilancarkan negara pesaing.

Berdasarkan pantuan di beberapa negara seperti Eropa, Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, Afrika, dan Asia, tekanan terhadap minyak sawit Indonesia oleh kampanye-kampanye negatif sudah kian mengkhawatirkan di pasar internasional, kata Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) di Jakarta, Senin.

Meskipun demikian, DMSI sangat menghargai upaya advokasi Pemerintah RI membela minyak sawit Indonesia di pasar Eropa. Tim Green Campaign dari Kementerian Pertanian bekerja sama dengan KBRI London dan Den Haag berhasil menggelar diskusi terbuka dengan berbagai pihak.

DMSI mengharapkan Pemerintah RI dapat melakukan kegiatan advokasi yang lebih efektif melalui kementerian terkait lainnya terutama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan BKPM.

Advokasi perlu dilakukan secara proaktif untuk menghadapi kampanye negatif yang sedang dihadapi minyak sawit Indonesia dan terus mempromosikan terus menerus secara berkelanjutan.

Menurut DMSI, advokasi dan promosi minyak sawit Indonesia perlu melibatkan media komunikasi cetak maupun elektronik terutama di negara-negara yang menjadi tujuan ekspor minyak sawit Indonesia melalui jalur diplomasi, forum bisnis, dan forum pertemuan ilmiah.

DMSI sadar bahwa kegiatan itu membutuhkan sumber daya dan dana yang tidak sedikit, oleh karenanya perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi.

"Tekanan terhadap minyak sawit (Indonesia) sudah sangat mengganggu atau sudah mulai 'menggigit'," tegas Ketua umum DMSI Derom Bangun.

Uni Eropa bahkan telah mengeluarkan peraturan baru tentang provisi informasi makanan kepada konsumen (EU law on the provision of food information to consumers) yang disetujui oleh Dewan UE (Council of EU) pada tanggal 29 September 2011.

Peraturan yang akan berlaku mulai 13 Desember 2014 itu mengharuskan semua jenis minyak nabati (vegetable oil) yang digunakan dalam makanan dicantumkan secara tersendiri pada labelnya.

Bagi konsumen yang sudah terpengaruh dengan kampanye negatif akhirnya mereka tidak bersedia membeli atau mengonsumsi produk tersebut. Berdasarkan temuan rombongan Green Campaign di Inggris dan Belanda September lalu, sudah banyak perusahaan yang mencamtumkan label itu.

Menurut Derom, untuk melawan kampanye negatif perlu didukung dengan penelitian ilmiah untuk membuktikan bahwa minyak sawit Indonesia tidak seperti yang mereka tuduhkan.

Penelitian dalam minyak sawit masih lemah, padahal dari nilai industrinya yang mencapai 20 miliar dolar per tahun jika disisihkan 1 persen saja dari biaya produksi, bisa jadi dana penelitian yang tersedia mencapai ratusan miliar rupiah per tahun.

"Dana penelitian sebaiknya tersedia dari APBN dan juga dari masing-masing perusahaan dalam lingkup industri sawit," kata Derom Bangun.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013