Majelis Kehormatan tidak ada kaitan dengan proses hukum AM. AM sendiri belum dinonaktifkan, kami masih melihat perkembangan."
Jakarta (ANTARA News) - Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengaku meneteskan air matanya sesaat setelah mendengar kabar adanya dugaan suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

"Pertama dengar kabar itu sekitar jam 11 (Rabu, 2/10 pukul 23.00 WIB) dari Sekjen. Saya sampai meneteskan air mata," kata Hamdan Zoelva kepada wartawan seusai menggelar konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis dini hari.

Hamdan mengatakan MK saat ini dalam kondisi yang benar-benar memprihatinkan. Oleh karena itu seluruh Hakim Konstitusi akan berupaya mengembalikan integritas dan kewibawaan lembaga Mahkamah Konstitusi.

Salah satu upayanya yakni dengan membentuk Majelis Kehormatan yang akan beranggotakan salah satu Hakim Konstitusi, salah satu pimpinan Komisi Yudisial, mantan pimpinan lembaga negara dan guru besar senior bidang hukum.

"Kami saat ini sedang berupaya menghubungi orang-orang yang tepat masuk dalam Majelis Kehormatan. Majelis Kehormatan akan dibentuk dalam waktu dekat," katanya.

Majelis Kehormatan tidak akan mengganggu upaya penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK. Menurutnya Majelis Kehormatan hanya akan memeriksa dalam ranah etik hakim.

Hamdan menjelaskan putusan yang dikeluarkan Majelis Kehormatan dapat berupa bebas tanpa tuduhan, peringatan, peringatan keras, hingga diberhentikan dengan tidak hormat.

"Majelis Kehormatan tidak ada kaitan dengan proses hukum AM. AM sendiri belum dinonaktifkan, kami masih melihat perkembangan," ujarnya.

Sementara itu para penyidik KPK pada Kamis dini hari, melakukan penyegelan terhadap ruang kerja Akil Mochtar dan ajudannya. Hamdan mengatakan pihaknya kooperatif, dan akan membiarkan proses hukum tetap berjalan.

Pada Rabu (2/10) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM di kediamannya, yang diduga telah menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan.

"AM itu dulu menjabat Hakim Konstitusi, sekarang Ketua MK," kata juru bicara KPK Johan Budi dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Kamis dini hari.

KPK menyatakan dugaan praktik suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM, di kediamannya kawasan Widya Chandra, Jakarta, diduga bernilai sekitar Rp2-3 miliar, yang diberikan dalam bentuk dolar Singapura.

"Penyidik mendapati uang dalam bentuk dolar Singapura. Perkiraan sementara, karena harus dihitung secara akurat, kalau dirupiahkan sekitar Rp2-3 miliar," kata Johan.

Johan mengatakan pemberian tersebut dilakukan oknum anggota DPR berinisial CHN dan seorang pengusaha berinisial CN. Keduanya diduga memberikan kepada AM, dan setelah proses serah terima dilakukan KPK langsung melakukan tangkap tangan.

Menurut Johan praktik suap itu diduga berkaitan dengan sengketa pilkada di sebuah kabupaten di Kalimantan yaitu Kabupaten Gunung Mas.

Sementara itu setelah melakukan tangkap tangan terhadap AM, CHN dan CN, KPK juga melakukan tangkap tangan terhadap seorang kepala daerah berinisial HB dan DH di sebuah hotel di Jakarta Pusat.

Hingga saat ini, kata Johan, status kelima orang tersebut masih terperiksa. Penyidik KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk memastikan apakah benar terjadi praktik suap. (R028/A026)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013