Sanaa (ANTARA News) - Sejumlah orang bersenjata menembak mati seorang pegawai Kedutaan Besar Jerman di Sanaa, Minggu, ketika ia meninggalkan sebuah pasar swalayan di ibu kota Yaman tersebut, kata beberapa pejabat keamanan Yaman.

Pegawai itu bekerja di tim keamanan kedutaan tersebut, kata dua sumber.

Ia ditembak di daerah Hadda, Sanaa, yang merupakan lokasi Kedutaan Besar Jerman.

"Ia meninggalkan pasar menuju kendaraannya" ketika ditembak, kata satu sumber, dengan menambahkan bahwa serangan itu memiliki ciri-ciri Al Qaida Yaman.

Kedutaan Besar Jerman di Sanaa dan Kementerian Luar Negeri Jerman di Berlin belum memberikan pernyataan mengenai insiden tersebut.

Jerman termasuk salah satu negara Barat yang menutup kedutaannya di Yaman pada awal Agustus setelah peringatan AS mengenai kemungkinan serangan besar militan di Timur Tengah. Misi itu dibuka lagi dua pekan kemudian.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di kawasan tersebut, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Puluhan aparat keamanan dan militer dibunuh dalam dua tahun terakhir di Yaman, banyak diantaranya akibat ledakan bom yang dipasang di mobil mereka atau ditembak oleh penyerang berkendaraan, yang sering dituduhkan pada Al Qaida Yaman dan sekutunya.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida, demikian Reuters.

(M014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013