Jakarta, 12/10 (ANTARA) -- Pertumbuhan product domestic bruto (PDB) perikanan tahun 2012 mencapai angka 6,48 persen, dengan nilai nominal Rp 57,69 triliun. Bahkan,berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan II 2013 sektor perikanan tumbuh 7% dibandingkan dengan triwulan II 2012. Pertumbuhan ini di atas pertumbuhan ekonomi nasional 5,81%. Meski nilai PDB perikanan sebesar Rp 57,69 triliun bila dilihat dari ukuran ekonomi (economic size), sektor perikanan, tidak termasuk kelautan, nilainya jauh lebih besar. Data BPS tahun 2012 menunjukan besarnya aktivitas ekonomi sektor perikanan mencapai Rp 255,3 triliun. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, pada Seminar Nasional 5th Greenbase Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor(IPB) di Bogor, Sabtu (12/10).

     Besarnya kegiatan ekonomi perikanan tersebut tidak terlepas dari potensi perikanan Indonesia yang sangat besar. Tercatat potensi perikanan budidaya payau (tambak) mencapai 2,96 juta hektar dan baru dimanfaatkan seluas 682.857 hektar (23,04%) serta potensi budidaya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektar dengan tingkat pemanfaatan yang relatif masih rendah, yaitu sekitar 117.649 hektar atau baru 0,94 persen yang digarap. Potensi perikanan budidaya ini akan semakin besar, apabila kita memasukan potensi budidaya air tawar seperti kolam (541.100 ha), budidaya di perairan umum (158.125 ha) dan mina-padi (1,54 juta ha). Sedangkan sumberdaya perikanan tangkap sekitar 6,5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 juta ton pada tahun 2011 (77,38%)."Harus diakui di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tertentu seperti Laut Jawa, telah terjadi lebih tangkap atau over fishing. Sementara di perairan lainnya seperti Laut Cina Selatan, Arafura dan lain sebagainya, potensi ikannya belum dimanfaatkan secara optimal," jelasnya.

     Secara global memang terjadi penurunan pada sektor perikanan tangkap. Dari laporan Food and Agricultural Organization (FAO) tahun 2012 menunjukkan bahwa produksi ikan dunia dari kegiatan penangkapan di laut maupun di perairan umumcenderung stagnan dalam 5 tahun terakhir, yaitu dari 90,0 juta ton pada tahun 2006 menjadi 93,5 juta ton pada tahun 2011. Sementara di sisi lain, produksi ikan dari kegiatan budidaya mengalami peningkatan cukup pesat dari 47,3 juta ton menjadi 62,7 juta ton pada periode yang sama. Produksi perikanan pada tahun 2011 tersebut, sekitar 84,94 persen dikonsumsi sebagai  pangan dan sisanya untuk non-pangan. Dengan demikian, peran produk perikanan sebagai pangan sumber protein hewani menjadi sangat penting, mengingat sampai saat ini rata - rata konsumsi ikan penduduk dunia per kapita baru mencapai angka 18,80 kg/tahun.

     Sharif menegaskan, wilayah laut Indonesia meliputi laut teritorial, zona tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif sampai landas kontinen mencapai 5,8 juta km2 .Didalamnya terdapat sumberdaya alam yang sangat berlimpah, baik sumberdaya terbaharukan seperti perikanan, terumbu karang dan mangrove, maupun sumberdaya tak terbaharukan (nonrenewable resources) seperti minyak bumi, gas, mineral dan bahan tambang lainnya. Selain itu, aktivitas ekonomi yang menggunakan media laut seperti pariwisata dan perhubungan laut masih sangat terbuka untuk dikembangkan. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila lembaga studi ternama McKinsey Global Institute, dalam laporannya "The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential" menyebutkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu sektor utama yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara yang maju perekonomiannya pada tahun 2030. "Dimana pada tahun tersebut, ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 ekonomi dunia, dengan mengalahkan Jerman dan Inggris," ujarnya.

   


Blue Economy

     Penerapan konsep Blue Economy akan semakin memperkuat pengelolaan potensi kelautan secara berkelanjutan, produktif, dan berwawasan lingkungan. Pendekatan Blue Economy juga akan mendorong pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi. Blue Economy juga mengajarkan bagaimana menciptakan produk nir-limbah (zero waste), sekaligus menjawab ancaman kerentanan pangan serta krisis energi (fossil fuel). "Melalui konsep Blue Economy kita akan dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan serta mengubah kelangkaan menjadi kelimpahan," tambahnya.

     Sharif menandaskan, ekonomi biru merupakan model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan  pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. "Paradigma Ekonomi Biru mengajak belajar dari alam dan menggunakan logic of ecosystem didalam menjalankan pembangunan. Konsep ini akan menjamin pembangunan yang dijalankan tidak hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan kerja sekaligus menjamin terjadinya keberlanjutan," ujarnya.

     Agar penerapan konsep Blue Economy berjalan baik, kata Sharif, dibutuhkan sinergi diantara para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, dukungan kemitraan dari masyarakat, sektor swasta, akademisi, peneliti, pakar pembangunan, lembaga nasional dan internasional mutlak harus dilakukan. Para stakeholders tersebut secara bersama - sama dapat mendorong dan mengawal transformasi menuju pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

     "Ekonomi Biru hanya akan menjadi sebuah konsep semata tanpa ada peran entrepreneurs atau investor. Dunia riset dan teknologi harus dekat dengan dunia usaha, hasil - hasil riset harus benar - benar terbukti memadai. Kolaborasi dan integrasi antara dunia pendidikan atau riset, pemerintah dan swasta adalah kunci dalam implementasi Ekonomi Biru," tutupnya.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi,Kementerian Kelautan dan Perikanan


Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013