Lille, Prancis (ANTARA News) - Pelatih asal Prancis Bruno Metsu, yang terkenal setelah membawa Senegal ke perempat-final Piala Dunia 2002, meninggal dunia pada usia 59 tahun karena kanker, teman-temannya mengatakan pada Selasa.

"Dia meninggal dunia tadi malam pukul 3:30," Herve Beddeleem, Direktur Eksekutif klup basket BCM Gravelines-Dunkirk mengatakan kepada AFP, dan dikonfirmasi laporan surat kabar La Voix du Nord.

"Saya sangat terkejut dengan berita ini. Bruno memiliki segalanya untuk bahagia - karir profesional yang cemerlang, uang, perkawinan yang bahagia dan anak-anaknya dan kemudian kanker merenggutnya. Itu semua sangat luar biasa," ia menambahkan.

Metsu lengser sebagai pelatih klub divisi I Dubai Al Wasl pada Oktober karena alasan kesehatan.

Dia kemudian menyatakan kepada surat kabar L`Equipe pada Juli bahwa dia telah didiagnosa menderita kanker setelah menjalani serangkaian tes untuk menemukan penyebab sakitnya itu.

"Saya menjalani tes medis dan seseorang mengatakan kepada saya bahwa saya mengidap kanker. `Anda menderita kanker usus, hati dan paru-paru.` Mereka menyebutkan bahwa sisa waktu saya tinggal tiga bulan lagi dan itu semua sangat mengejutkan," ujarnya.

Mudah dikenali di pinggur lapangan dengan setelan pakaian necis dan rambut panjang, Metsu membuat sensasi di Piala Dunia 2002 ketika tim Senegal-nya mengalahkan juara bertahan Prancis di laga pembuka.

Tim berjuluk "The Lion of Teranga" selanjutnya melangkah hingga babak perempat final sebelum akhirnya ditundukkan Turki dengan skor 1-0.

Hanya beberapa bulan menjelang final Piala Dunia, Metsu juga sukses membawa Senegal tampil di final Piala Negara-Negara Afrika 2002 dimana pada babak itu mereka dikalahkan kamerun melalui penalti.

"Ini merupakan kehilangan besar bagi Senegal, Bruno metsu tidak hanya mewarnai sepak bola Senegal, tetapi juga keseluruhan sejarah Senegal," ujar Presiden Federasi Sepak Bola Senegal Augustin Senghor kepada AFP.

Setelah sukses berkiprah di Senegal, Metsu kemudian melatih disejumlah klub beberapa negara di kawasan teluk, dan sukses menjuarai Gulf Cup bersama Uni Emirat Arab pada 2007.

"Saya merasa kehilangan saudara," ujar Michel Rouquette, yang turut bekerjasama dengan Metsu di klub Prancis Sedan dan menjadi asistennya di klub Qatar Al-Gharafa.

"Pada level lapangan dia dikenal sebagai pelatih yang mampu memotivasi para pemainnya," ujar Rouquette.

"Dengan gaya rambut panjang dan memberinya citra santai dan karena itu dia tidak pernah bisa berkarir sebagai pelatih di Eropa. Ini memalukan."

Menteri Olah Raga Prancis Valerie Fourneyron memberikan penghargaan kepada seorang pria yang akan dikenang sebagai sososk "yang tidak akan pernah menyerah, tidak kenal lelah dan selalu mendorong orang lain untuk melampaui keterbatasan mereka."

Presiden Federasi Sepak Bola Prancis Noel Le Graet menambahkan bahwa warisan Metsu itu berada di atas segalanya sebagai juara.

"Dia benar-benar mengabdi pada sepak bola, dia akan meninggalkan kenangan sebagai pemenang yang berhasil. Aku akan mengatakan pada dunia dengan semangat tinggi, keinginan untuk menang, konsistensi."

"Sebuah kepribadian penting dari sepak bola Prancis telah meninggalkan kita. Dia memberi kesan seorang pria yang mampu meyakinkan orang lain bahwa sepak bola Perancis memiliki nilai. Dia

adalah contoh untuk mengikuti keyakinannya dan misi yang ia lakukan."

(D011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013