... harus berjalan kaki tiga hari dengan medan jalan setapak alias jalan tikus, merintis jalan, dan sebagainya... "
Pontianak (ANTARA News) - Untuk pertama kalinya, Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Markas Besar TNI di garis perbatasan negara Indonesia-Malaysia, di Kalimantan, pada periode penugasan 2013, melibatkan tentara wanita dari Korps Wanita TNI AD.

Selama ini seluruh personel satuan tugas di bawah komando panglima TNI itu adalah laki-laki, dengan struktur organisasi ada di bawah Komando Daerah Militer yang dimaksud. Tidak pernah perempuan personel TNI dari matra manapun dimasukkan ke dalam daftar personel yang ditempatkan pada satuan tugas ini, untuk urusan apapun.

Sekarang beda, karena salah satu di antara perempuan personel TNI AD itu adalah seorang dokter tentara, Letnan Dua CKM (K) dr Dita Yulia Bintari (28), yang dalam ksehariannya bertugas di Batalion Infantri 403/Wirasada Pratista, Komando Daerah Militer IV Diponegoro, Jawa Tengah.

Dokter Dita, begitu dia biasa disapa sejawat dan masyarakat, salah satu dari tiga perwira personel Kowad yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan di sepanjang wilayah perbatasan. Bicara layanan kesehatan, akses untuk hal mendasar ini memang amat sangat sulit bagi masyarakat perbatasan negara.

Bagi Dita, ini penugasan perdana dia dalam satuan tugas reguler, di ujung garis perbatasan negara pula. Sejauh ini, ada tiga satuan tugas pengamanan perbatasan negara dari Markas Besar TNI, yaitu di garis perbatasan Pulau Kalimantan (Kalimantan Barat-Kalimantan Timur), Pulau Papua, dan Pulau Timor, di NTT.

"Sebagai seorang wanita prajurit, saya harus siap menjalankan tugas di manapun dan ini tugas pertama kali yang saya jalani di wilayah perbatasan sejak lulus pendidikan militer," ungkap Dita. 

Asal muasal dia menjadi tentara, kata dia, sejak lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, pada 2010. Setelah jeda sebentar, ia mengikuti pendidikan militer dan lulus pada 2012. 

Markas Besar TNI memang selalu membuka rekrutmen perwira melalui jalur sarjana sebagaimana Dita dan puluhan perwira berbasis pendidikan strata satu lain tempuh. Dokter dan tenaga kesehatan, menjadi hal krusial untuk selalu dipenuhi kedinasan TNI bagi ketiga matranya.

Bertugas di tapal batas negara, kata dia, semula mengharuskan dia telaten berurusan dengan masyarakat yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan. Namun kemudian hal itu menjadi sesuatu yang dia jiwai sepenuh hati.

"Mulai dari Pos Temajuk Kompi C batalion, hingga Pos Klawik Kompi A," kata dia. Antara pos paling barat dan timur perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak (Malaysia) itu tercatat ada 39 pos yang harus diemban para tentara yang melayani kesehatan itu. 

Jaraknya? Jangan dibilang, bisa dilihat di peta yang menggambarkan betapa panjang garis perbatasan negara yang harus mereka kawal. Belum lagi kontur bergunung-gunung, pepohonan lebat atau perdu yang lentur untuk ditebas, sungai-sungai, dan lain sebagainya. Belum lagi serangan "armada nyamuk" sebagai misal.

Di sela tugas Dita melayani pasien yang berobat di Pos Gabma Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Dita menuturkan, sudah lebih dari 3.000 pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan dari satuan tugas TNI itu.

Bagi Dita, untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah perbatasan, merupakan tantangan baru. 

"Kami, yaitu rekan sesama petugas kesehatan Yonif 403/Wirasada Pratista dan saya, tidak bisa berdiam di suatu tempat. Terus berpindah tempat menuju dusun-dusun atau desa-desa," kata dia.

Untuk bisa tiba di tempat tujuan sesuai perintah atasan, bukan hal mudah. Jangan dibayangkan seperti di kota-kota, "Kami kadang-kadang harus berjalan kaki tiga hari dengan medan jalan setapak alias jalan tikus, merintis jalan, dan sebagainya," kata perempuan perwira TNI AD itu. 

"Tidak jarang kami menggelar tenda di hutan, menginap di hutan karena kemalaman dalam perjalanan," kata Dita, dilatari wajah dia tersenyum.

Pada sisi ini, dia sangat bisa memahami pelaksanaan tugasnya sebagai perwira tentara dokter. Pada sisi lain, hal-hal seperti itu memperkaya dia; bahwa Indonesia sangat beragam kultur dan adat kebiasaan serta kondisi setempatnya, mengingat dia berasal dari Surabaya. 

Indonesia sangatlah luas, masih terlalu banyak wilayah dan sudut-sudutnya yang belum tersentuh pembangunan secara semestinya. Bagaimana dia menyikapi itu? 

"Malah kami semakin tertantang memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat perbatasan. Mereka saudara sebangsa kita," kata dia.

Oleh Zaenal Abidin dan Alfian
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013