Jakarta (ANTARA News) - People For The Ethical Treatment of Animal (PETA), organisasi pembela hak asasi binatang, menuntut perlakuan yang lebih baik pada luwak yang dieksploitasi untuk menghasilkan kopi yang harganya dapat mencapai ratusan dolar per kilogram, termasuk di Indonesia.

Jason Baker, Wakil Presiden Operasi Internasional PETA Asia, mengemukakan bahwa penemuan investigasi dari penyidik PETA Asia yang mengunjungi beberapa produsen kopi luwak di Indonesia dan Filipina.

Selama tiga bulan, penyidik PETA Asia pergi ke delapan tempat termasuk Bandung dan Lampung. Dia menemukan bahwa produsen kopi luwak mendapatkan biji kopi bukan dari memunguti kotoran yang ditinggalkan oleh luwak liar, melainkan dari luwak-luwak yang ditangkap dan dikandangkan.

"Luwak dikurung dalam kandang sempit dan dipaksa hanya makan biji kopi secara berlebihan," ujar Jason di Jakarta, Kamis. Padahal, katanya, luwak adalah hewan yang biasa hidup di alam liar dan memakan beragam buah, tidak hanya biji kopi.

Terlebih lagi, para produsen itu tetap menuliskan label "sumber liar" meskipun mereka sebenarnya mengumpulkan biji kopi dari luwak yang dikandangkan. "Ini adalah kebohongan publik, produsen mengatakan bahwa sulit mendapatkan biji kopi yang berasal dari luwak liar secara eksklusif, " tukasnya.

Selain itu, salah satu produsen kopi luwak juga mengungkapkan bahwa luwak yang telah dikurung--maksimal tiga tahun--akan dilepaskan lagi ke alam liar. Namun, kondisinya kerap sudah memburuk karena kekurangan nutrisi akibat konsumsi biji kopi berlebihan.

"Banyak juga yang mati saat kembali dilepas," katanya. Dia menegaskan bahwa tindakan PETA ini semata-mata untuk mengusung hak-hak binatang.

"Kami tidak ingin luwak dikandangkan dan menderita karena dieksploitasi demi kepentingan manusia." Lebih lanjut, PETA juga telah membicarakan hal ini pada pemerintah dengan harapan ada tindak lanjut agar tidak ada lagi eksploitasi luwak demi kesejahteraan ekonomi.

"Dua hari lalu kami sudah bicara pada Menteri Perdagangan, namun belum ada tanggapan. Tapi kami akan terus menindaklanjutinya," imbuh dia.

Dia juga ingin agar para konsumen tahu kenyataan itu agar dapat membuat perubahan nyata dan menghentikan penyiksaan satwa, termasuk dengan berhenti mengonsumsi kopi luwak sebelum terjamin tidak ada penganiayaan satwa di balik pembuatannya. "Jika konsumen yang meminta, pasar bisa berubah."

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013