Semarang (ANTARA News) - Kegelisahan atas praktik mafia hukum di Indonesia mendorong Teguh Hadi Prayitno, jurnalis televisi swasta di Semarang, meluncurkan buku "Sastra Jurnalistik: Menyelisik Mafia Hukum".

Peluncuran buku telaah atas novel "Abal-Abal" itu, digelar di bekas gedung Fakultas Ilmu Budaya Undip, Pleburan, Semarang, Jumat malam, diawali dengan pementasan teatrikal yang dibawakan oleh dua seniman.

Dengan permainan cahaya yang minim, seorang seniman perempuan bertopeng tampak asyik menari mengikuti irama dengan latar belakang cover buku yang disorot lampu hingga membentuk bayang-bayang hitam yang atraktif.

Saat hampir bersamaan, tampak seorang laki-laki seperti sedang gelisah duduk agak menjauh dari penari bertopeng itu, tak lama kemudian seniman tersebut melepaskan sepatu, baju, dan celana panjang yang dikenakannya.

Hanya mengenakan kaos dan celana pendek, Adhitia Armitrianto, seniman itu, kemudian membuka lembar demi lembar buku yang dipegangnya, dan tiba-tiba berteriak "Abal-Abal...!", sembari menggelengkan kepala.

Itulah petikan adegan teatrikal pembuka peluncuran buku "Sastra Jurnalistik" yang diakui Teguh, penulisnya, berangkat dari novel "Abal-Abal" karya Arswendo Atmowiloto yang ditulis semasa mendekam di balik penjara.

Sebagai suatu kritik terhadap lembaga pemerintahan, kata dia, tema yang diusung novel itu boleh dibilang tidak akan pernah lekang oleh waktu, terutama soal mafia hukum yang kemudian dikenal dengan makelar kasus.

Pada novel Abal-Abal yang ditulis antara 1990-1994, kata mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Sosial Undip itu, sudah diceritakan soal mafia hukum atau makelar kasus yang kemudian biasa disebut dengan "markus".

Teguh menjelaskan bukunya itu sebenarnya merupakan hasil tesisnya di Magister Ilmu Susastra Undip yang menelaah bagaimana Arswendo melakukan proses investigasi atas praktik mafia hukum semasa di penjara.

"Saya kira ini menjadi kegelisahan bersama atas praktik mafia hukum. `Abal-Abal` bercerita bagaimana proses investigasi partisipatif yang dilakukan Arswendo yang kemudian saya sebut `Sastra Jurnalistik`," katanya.



(U.KR-ZLS/B/M029/M029) 18-10-2013 23:05:45

Oleh Zuhdiar Laeis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013