Para punakawan, yakni Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng kalah lucu dari orang-orang yang sangat ambisius meraih kekuasaan di negerinya...."
Semarang (ANTARA News) - Para romo di jajaran Keuskupan Agung Semarang tampil jenaka saat bermain dalam opera bertajuk "Punakawan Menggugat" yang berlangsung di Hotel Horison Semarang, Selasa malam.

Empat punakawan diperankan Romo Antonius Suparyono (Semar), Romo Antonius Budi W. (Bagong), Romo Agustinus Suryo N. (Petruk), dan Romo Julius Blasius Fitri G. (Gareng).

Meski berlatar belakang pendidikan pastoral, keempat romo itu ternyata sanggup membawakan peran punakawan dengan sangat apik hingga mengocok perut penonton dengan guyonan-guyonannya yang cerdas.

Berkali-kali tepuk tangan penonton terdengar riuh menggema di Krakatau Grand Ballroom Hotel Horison Semarang ketika para romo, terutama keempat punakawan, itu tampil di panggung.

Sang sutradara, Djaduk Ferianto, menjelaskan bahwa lakon "Punakawan Menggugat" sebenarnya menceritakan krisis yang terjadi di Marcapada (dunia) akibat situasi zaman yang bergejolak dengan mengatasnamakan modernitas.

Akibatnya, kata dia, kriminalitas makin keras, korupsi semakin merajalela, bahkan semuanya sudah terjebak pada perilaku politik pragmatis yang hanya mementingkan diri sendiri.

"Para punakawan, yakni Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng kalah lucu dari orang-orang yang sangat ambisius meraih kekuasaan di negerinya. Mereka akhirnya berkumpul untuk berkeluh kesah karena kelucuannya diambil oleh orang-orang itu," katanya.

Para punakawan, kata dia, kemudian mengadukan nasibnya kepada kahyangan, apalagi mendengar bahwa di kahyangan terdengar kabar datangnya tamu-tamu agung dan mereka semua akhirnya melabrak ke kahyangan.

Namun, kata dia, perjalanan para punakawan ke kahyangan ternyata mendapatkan masalah ketika sampai di tengah hutan karena dicegat kawanan "buto" (raksasa) pimpinan Buto Cakil yang diperankan Didik Nini Thowok.

Seniman asal Yogyakarta itu mengakui bahwa mengatur para romo untuk bermain opera bukan tugas yang mudah, apalagi susah sekali untuk mengumpulkan mereka berlatih untuk persiapan opera.

"Latihannya, ya, spontan. Namun, saya yakin para romo ini bisa. Memang susah karena selama ini romo ini kan terkesan serius, memimpin misa, dan sebagainya, dihormati sedemikian oleh para umat," katanya.

Akan tetapi, Djaduk merasa tertantang untuk menghadirkan para romo dalam suasana yang berbeda, cair, menampilkan banyak guyonan secara cerdas sekaligus menyampaikan ajaran kebaikan kepada para umat lewat gaya yang kocak.

Tak ketinggalan, Uskup Agung Semarang Monsinyur (Mgr) Johannes Pujasumarta ikut ambil bagian dalam operas jenaka itu dengan berperan sebagai tamu kahyangan yang juga menerima kunjungan para punakawan.

Uskup Romo Pujasumarta menjelaskan bahwa pergelaran opera jenaka itu dimaksudkan pula untuk menggalang dana pengembangan Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR) Sanjaya Semarang.

Seminari TOR Sanjaya, kata Uskup, merupakan mata rantai penting proses pendidikan para calon iman praja atau imam diosesan Keuskupan Agung Semarang sebagai penghubung Seminari Menengah Petrus Canisius Mertoyudan dan Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan Yogyakarta.

Opera jenaka itu dimeriahkan pula oleh kalangan seniman Yogyakarta seperti Susilo Nugroho atau Den Baguse Ngarso yang berperan sebagai Bathara Guru, Trio GAM, serta artis Ibu Kota, yakni Joice Triatman dan Maria Dona Arsinta. (ZLS/D007)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013