Beijing (ANTARA News) - Satu kelompok Uighur di luar negeri khawatir "tindakan keras" akan dilakukan oleh China terhadap etnik minoritas Muslim setelah kecelakaan mobil di Lapangan Tiananmen, Senin, kata organisasi itu, Rabu.

Pernyataan dari Kongres Uighur Dunia (WIC), yang Beijing anggap satu kelompok separatis, dikeluarkan satu hari setelah media pemerintah melaporkan bahwa pihak berwenang China telah menyebut dua tersangka dari wilayah barat Xinjiang setelah insiden itu.

Satu kendaraan jip menabrak sekerumunan orang di taman paling terkenal di Beijing -- tempat demonstrasi-demonstrasi pro-demokrasi besar-besaran dilakukan tahun 1989-- menewaskan lima orang termasuk tiga di mobil itu dan seorang wanita turis dari Filipina dan mencederai 38 orang lagi.

"Sekarang, saya khawatir akan masa depan Turkistan Timur dan warga Uighur ketimbang sebelumnya," kata ketua UUC Rebiya Kadeer dalam satu pernyataan yang dikeluarkan dari Washington.

Turkistan Timur adalah nama yang digunakan organisasi aktivis itu untuk menyebut Xinjiang, di mana warga Uighur, banyak di antara mereka beragama Islam, merupakan 46 persen dari penduduk daerah itu.

Kelompok itu menambahkan bahwa pihaknya khawatir tanggapan oleh pihak berwenang di Beijing akan "membawa dominasi lebih jauh terhadap warga Uighur dan menghasut tindakan keras negara" di Xinjiang.

"Pemerintah China tidak akan ragu-ragu membuat satu versi dari insiden di Beijing untuk memberlakukan tindakan represif lebih jauh terhadap warga Uighur," kata Kadeer.

Dalam satu pemberitahuan kepada hotel-hotel Beijing, Senin, polisi mengindentifikasi dua tersangka dan empat nomor plat mobil, semuanya dari Xinjiang terkait pada satu "kasus penting".

Tetapi Ilham Tohti, seorang intelektual terkenal Uighur, mengemukakan kepada AFP bahwa ia khawatir kecelakaan itu "dapat membawa pemerintah-pemerintah lokal meningkatkan penekanan dan diskriminasi" terhadap kelompok minoritas itu dan ada bukti yang bocor bahwa insiden itu adalah satu serangan teror yang dilakukan oleh para warga Uighur.

Beijing menunjuk kepada insiden-insiden kekerasan di Xinjiang sebagai bukti ekstremisme meningkat di kalangan etnik minoritas itu, tetapi informasi di wilayah barat jauh itu diawasi ketat dan organisasi-organisasi Uighur mengeluhkan pengekangan terhadap kebudayaan dan agama.

Polisi telah menahan setidaknya 139 orang di Xinjiang dalam beberapa bulan belakangan ini atas tuduhan menyebarkan jihad, kata media pemerintah, yang pada Agustus memberitakan bahwa seorang polisi dibunuh dalam satu operasi "anti-terorisme"-- kendatipun laporan-laporan luar negeri mengatakan 22 warga Uighur meninggal dalam insiden itu.

Salah seorang dari para tersangka disebut oleh polisi dalam laporannya Senin berasal dari Lukqun, di mana media mengatakan 35 orang tewas Juni lalu dalam apa yang Beijing sebut satu "serangan teror".
(H-RN/C003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013