Terorisme pemerintah boneka itu dan persekongkolan pada faktanya, satu provokasi berat terhadap rakyat dan sistem-sistem sosial DPRK (Korut) dan deklarasi perang terhadapnya,"
Seoul (ANTARA News) - Korea Utara pada Jumat memperingatkan akan melakukan tindakan tanpa ampun untuk menghentikan penculikan warganya oleh mata-mata dan pegiat Korea Selatan.

Komite Korut untuk Reunifikasi Damai Korea menyebut kepala badan intelijen Korsel Nam Jae-joon adalah sasaran utamanya.

Penculikan melibatksn lembaga pemerintah Korsel dan kelompok "sampah masyarakat" adalah pelanggaran gegabah kedaulatan negara lain dan hukum internasional, kata badan negara itu dalam penyataan.

"Terorisme pemerintah boneka itu dan persekongkolan pada faktanya, satu provokasi berat terhadap rakyat dan sistem-sistem sosial DPRK (Korut) dan deklarasi perang terhadapnya," katanya.

Komite itu menuduh Korsel menggunakan para pembangkang Korut bagi misi spionase, atau memfitnah Pyongyang, kata komite itu.

Mereka yang terlibat penculikan, satu kampanye fitnah terhadap Pyongyang, dan para pelanggar kedaulatan "akan masuk dalam daftar hukuman tanpa ampun", katanya.

Pernyataan itu, yang disiarkan Kantor berita resmi Korut KCNA menuduh badan mata-mata Korsel bersekongkol dengan para aktivis Kristen dan lain-lain untuk menculik para warga Korut.

Korut menegaskan banyak warganya dirayu untuk meninggalkan negara mereka oleh para pedagang manusia yang disponsori badan yang aktivis agama.

Peringatan itu datang sehari setelah Korut mengatakan seorang agen mata-mata Korsel ditangkap baru-baru ini ketika berusaha mwnggunakan "unsur-unsur yang tidak jujur" untuk satu missi merusak sistem sosialnya.

Korut mengatakan mata-mata itu terlibat dalamn kegiatan di negara ketiga yang berbatasan dengan Korut kendatipun menyamarkan dirinya sebagai seorang ahli agama.

Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) menolak pernyataan Korut itu sebagai tidak benara dan sama sekali tidak beralasan".

Sejak berakhirnya Perang Korea tahun 1950-1953, sekitar 25.000 warga Korut mengungsi dan menetap di Korsel,

Pengungsi Korut mulai melarikan diri mereka dengan memasuki China kemudian berusaha mencapai negara ketiga --sering di Asia Tenggara-- di mana mereka meminta izin untuk menetap di Korsel.

Mereka bisa mendapat hukuman berat termasuk dalam kamp penjara, jika mereka pulang ke negara mereka.

Pyongyang sebelumnya mengaku menculik warga Jepang dalam Perang Dingin.

Pada Agustus, kementerian luar negeri Jepang mengatakan pihaknya tidak akan memulihkan hubungan dengan Korut sebelum kasus penculikan itu diselesaikan, demikian AFP.
(H-RN/B002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013