Pekikan kegembiraan itu merobek suasana remang hening pantai, di malam yang hanya diterangi cahaya bulan sabit dan bintang-bintang yang bersinar redup.

"Maoq kepiting beleq! (dapat kepiting besar!)," Aris, anak muda pemburu kepiting, berteriak dalam bahasa Sasak mengungkapkan kegembiraannya berhasil menangkap satwa bercapit itu.

Aktivitas berburu kepiting, memang menjadi salah satu kegiatan favorit anak-anak muda yang tinggal di kawasan pantai Bangko-Bangko, Desa Batu Putih, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Selepas magrib, biasanya anak-anak muda sudah bersiaga membawa senjata berupa besi tombak menyerupai trisula, biasa disebut penggaet, dan bergegas menuju pantai.

Perburuan pun langsung dilakukan, dengan menyusuri pantai, menuju muara dan mengamati lubang-lubang tempat kepiting bersarang. Perburuan kepiting dilakukan dengan mencermati lubang-lubang yang banyak dijumpai di pantai. Jika kepiting tidak terlihat di luar, maka anak-anak muda memasukkan alat pancing ke dalam lubang.

Kehebohan terjadi jika kepiting keluar dari lubang dan berhasil menghindar dari jerat pancing, maka anak-anak muda akan menggunakan penggaet untuk mendapatkannya. Pengejaran ini berlangsung seru, karena gerakan kepiting terkenal gesit dan sangat cepat menyembunyikan diri.

Selain membawa alat pancing dan penggaet, anak-anak muda juga membawa ember plastik untuk wadah kepiting tangkapan.

"Sekali mencari, bisa dapat satu ember, kira-kira lima sampai 10 kg kepiting. Kalau dapat yang besar, bisa saja satu kepiting itu beratnya sampai setengah kilogram. Senang kalau dapat kepiting yang besar, dagingnya lebih empuk," kata pemuda berusia 18 tahun ini.

Aktivitas berburu kepiting lebih maksimal dilakukan pada sore hingga malam hari, karena pada siang hari kepiting tidak menampakkan diri.

Aris biasa mencari kepiting di pantai, yang letaknya hanya beberapa meter di depan rumahnya. Dalam sebulan, kegiatan itu bisa dilakukan lebih dari sepuluh kali.

Jika tengah bersemangat dan banyak rekan yang bergabung, kegiatan mencari kepiting sering dilakukan anak-anak muda sampai di Tanjung Merah, yang belakangan lebih dikenal sebagai Tanjung Beberak. Anak-anak muda lantas memanggang kepiting di api unggun dan sebagian dibawa pulang.

"Kalau dapat kepiting bintang, rasanya lebih enak. Kepiting bintang itu tidak didapatkan di muara, tapi di laut. Kepiting itu mempunyai totol hitam, bentuknya memang mirip bintang dan warnanya agak merah," Aris menjelaskan.

Sayangnya kepiting bintang agak sulit didapatkan karena harus ditangkap di wilayah laut, sedang kepiting jenis lainnya lebih mudah diperoleh karena lebih memilih wilayah muara sebagai habitatnya.



Sup Kepiting

Hasil tangkapan itu, jelas Aris, langsung diserahkan kepada ibunya untuk dimasak. Kalau dibiarkan sampai esok hari, hasilnya tidak bagus karena kepiting akan mengeluarkan bau kurang sedap.

"Sup kepiting menjadi salah satu masakan andalan keluarga kami, karena membuatnya cepat, kepitingnya mudah didapat dan rasanya nikmat," ujar Dadong Hai, ibunda Aris.

Bumbu membuat sup kepiting, lanjut Dadong Hai, adalah bawang merah, bawang putih, garam dan air asam. Sup kepiting sangat nikmat disajikan bersama nasi panas, dan dinikmati bersama keluarga di depan rumah, sembari menikmati pemandangan laut, di mana di kejauhan terlihat kapal berlalu-lalang.

Pada hari-hari tertentu, jika panen musim singkong tiba, sup kepiting pun sangat lezat jika disajikan dengan singkong rebus. Singkong di Bangko-Bangko memiliki kekhasan rasa tersendiri karena terkenal rasanya legit dan warnanya kekuningan pekat, sehingga sering disebut singkong nangka.



Keindahan Panorama

Selain menjadi kegiatan berburu kepiting, Bangko-Bangko, yang berjarak sekitar 30 km dari Sekotong, dikenal sebagai objek wisata yang menarik. Sebagian pasirnya putih memanjang, sedang di sisi timur, hamparan pasir jingga terlihat menawan, dengan aksen batu-batu pantai yang hitam mengkilat.

Di penghujung timur, terdapat Bukit Kablet, dengan bebatuan besar, di mana dapat dijumpai ratusan kepiting menyembunyikan diri, dan sesekali menampakkan diri timbul-tenggelam di antara air laut yang biru bening.

Di sekeliling Bukit Kablet, berbagai vegetasi liar tumbuh subur. Seperti, lantana cemara, yang bunganya berwarna putih, merah dan kuning, serta bunga terompet yang selalu berbunga tanpa mengenal musim.

Di antara tanaman berbunga itu, sesekali terdengar siulan burung-bunga berparuh biru yang beterbangan dengan anggun, hinggap sejenak di antara dahan-dahan "lebui".

Fandi, salah seorang tour guide di Mataram menjelaskan salah satu daya tarik Bangko-Bangko adalah pantainya yang memiliki relief ombak yang sangat menantang, sehingga menjadi magnet tersendiri bagi turis pencinta surfing, yang ingin bereksplorasi dengan ombak.

Meski jarak Bangko-Bangko dari Kota Mataram kurang lebih 75 kilometer dan ditempuh dalam waktu 2,5 jam, namun tidak menyurutkan peminat surfing untuk berkunjung ke objek wisata itu.

"Penggemar wisata ke Bangko-Bangko adalah turis asing, karena memang tujuannya surfing. Ombak pantainya memiliki tantangan tersendiri. Konon pantai di Bangko-Bangko ini termasuk 10 terbaik di dunia untuk arena surfing, makanya cukup kondang di kalangan turis asing," ujarnya.

Ramainya peminat surfing, kata Fandi, membuatnya membuat paket wisata surfing khusus ke Bangko-Bangko. Harga yang ditawarkan berkisar Rp600 ribu - Rp700 ribu per paket bagi yang ingin menikmati kedahsyatan ombak di Bangko-Bangko.

*) Penulis buku dan artikel

Oleh Tri Vivi Suryani*)
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013