... mati dan cedera mengalami luka tembak dan tusukan... "
Bangkok (ANTARA News) - Kekerasan politik di Ibukota Thailand menyebabkan dua korban meninggal dan puluhan orang cedera, kata pihak berwenang, Minggu, ketika pengunjuk rasa dari kelompok oposisi bersumpah untuk melakukan usaha terakhir dalam menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.

Peristiwa berdarah itu yang paling akhir dari serangkaian konflik yang dilakukan warga sipil di negara kerajaan itu sejak mereka menggulingkan taipan yang menjadi perdana menteri, Thaksin Shinawatra --abang kandung Yingluck-- tujuh tahun yang lalu.

Massa pengunjukrasa yang turun ke jalan, berniat menggantikan pemerintahan Yingluck dengan "dewan rakyat", merupakan kekerasan politik terbesar sejak kekerasan tiga tahun lalu di Bangkok yang menyebabkan puluhan orang meninggal saat dilakukan pembersihan oleh militer.

Ketegangan semakin tinggi setelah kekerasan terjadi pada Sabtu malam di sekitar Stadion Rajamanggala, tempat ribuan massa "Kaos Merah" yang pro-pemerintah berkumpul untuk mendukung pemerintah Yingluck berhadapan dengan para pengunjukrasa jalanan yang sudah melakukan aksi selama beberapa pekan.

Korban mati dan cedera mengalami luka tembak dan tusukan. Situasinya belum jelas, namun kekerasan terjadi setelah pemrotes anti-pemerintah menyerang kelompok Kaos Merah yang datang untuk bergabung dalam arak-arakan di distrik Ramkhamhaeng.

"Konfirmasi mengenai jumlah korban adalah dua meninggal dan 45 cedera," kata petugas di pusat Gawat Darurat Erawan kepada AFP, di tengah laporan adanya kericuhan sporadis di dekat stadion pada Minggu pagi.

Korban meninggal itu yang pertama terjadi sejak unjukrasa damai dilakukan sebulan yang lalu.

Kedua belah pihak saling menyalahkan telah menyerang pendukung mereka.

Kekerasan tersebut membuat pemimpin Kaos Merah mengakhiri arak-arakan mereka yang telah menarik puluhan ribu orang khususnya penduduk miskin di pedesaan untuk mendukung Yingluck dan saudaranya, Thaksin --yang hidup di pengasingan tetapi masih tetap menjadi sosok pemecah-belah di Thailand.

"Untuk menghindari situasi yang lebih rumit bagi pemerintah, kami memutuskan untuk pulang," kata pemimpin Kaos Merah, Thuda Thavornseth.

Stadion segera kosong dengan cepat dan sepanjang Minggu pagi kawasan itu menjadi tenang, menurut juru foto AFP.

Jumlah pemrotes turun dengan tajam dari perkiraan sebanyak 180.000 orang bergabung dalam aksi turun ke jalan pada 24 November, mereka mencari sasaran tokoh papan atas yang oleh para pengamat disebut sebagai usaha untuk melakukan kudeta.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013