Semarang (ANTARA News) - Aktor kawakan Pong Harjatmo menyiapkan pembuatan film tentang tayub, yakni kesenian tari khas yang banyak dijumpai di Jawa, terutama kawasan pesisir, yang direncanakan rampung sebelum Pemilu 2014.

"Kami sedang melakukan kasting, ya, hunting juga di berbagai daerah, mulai Semarang, Salatiga, Solo, Sragen, Demak, Kudus, Pati, Jepara, Rembang, dan Blora," katanya di sela jumpa pers film "Kembang Tayub" di Semarang, Kamis (5/12) malam.

Menurut dia, film yang bakal disutradarainya itu direncanakan mengambil lokasi syuting di sejumlah daerah dimana kesenian tayub banyak berkembang.

Beberapa daerah yang sudah disurvei sebagai lokasi syuting, antara lain Pati, Rembang, dan Blora.

Ia mengakui jadwal pembuatan film yang didukung oleh Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara, ormas yang beranggotakan masyarakat dan perangkat desa itu, memang belum dipastikan, tetapi harus rampung sebelum Pemilu 2014.

"Sekarang kan masih musim hujan, kami masih hunting juga lokasi (syuting, red.), seperti rumah dalang, rumah penari tayub top, mana yang cocok nanti. Namun, memang sebelum pemilu nanti sudah selesai (pembuatan, red.) filmnya," katanya.

Meski film yang menceritakan tentang dinamika kehidupan penari tayub itu, dibuat mendekati pelaksanaan Pemilu 2014, kata Pong, hal itu tidak ada kepentingan atau tujuan politik tertentu yang mendasari pembuatan film tersebut.

Ditanya kaitan dengan Ketua Umum Parade Nusantara Sudir Santoso yang kebetulan maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, ia mengatakan boleh saja ada yang beranggapan seperti itu meski sebenarnya tidak berkaitan.

"Ya, kebetulan Pak Sudir asli Pati yang terkenal dengan kesenian tayub. Tidak ada hubungannya itu (politik, red.). Ini (film, red.) menceritakan kenyataan kok, tidak ada muatan politis, dipolitisir, pesenan. Enggak lah," katanya.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa film itu juga ingin mengangkat tentang aspek positif tayub sebagai bagian kebudayaan nusantara, mengingat selama ini kerap dilekatkan dengan hal negatif, seperti mengumbar sensualitas dan pesta minuman keras.

"Sekarang, orang bersyukur panennya berhasil, ingin nyunatin anaknya, menikahkan anaknya dengan ngundang tayub gak boleh? Kalau kemudian ada orang minum-minum (mabuk, red.) di mana saja bisa, bukan hanya di tayub," kata Pong. (KR-ZLS/M029)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013