Aden (ANTARA News) - Serangan pesawat tak berawak terhadap sebuah mobil di Yaman tenggara pada Senin menewaskan tiga orang bersenjata yang diduga militan Al Qaida, kata seorang pejabat keamanan.

Serangan pesawat tak berawak itu terjadi di desa Al-Qatan di provinsi Hadramawt, dimana Al Qaida di Semenanjung Arab tetap aktif meski militer Yaman dan pesawat tak berawak AS menyerang para pemimpin mereka.

Militer AS mengoperasikan seluruh pesawat tak berawak yang terbang di Yaman, namun para pejabat Amerika hampir tidak pernah membahas operasi itu.

Serangan udara Senin itu berlangsung di tengah meningkatnya kegiatan Al Qaida di Yaman.

Sehari sebelumnya, Minggu, dua perwira Yaman tewas dalam serangan-serangan terpisah, kata seorang pejabat keamanan dan situs kementerian pertahanan.

Dalam serangan pertama, sejumlah orang bersenjata tak dikenal yang naik sebuah mobil menembak mati kepala keamanan istana presiden di kota terbesar kedua Yaman, Taez, kata pejabat itu.

Di provinsi Bayda, Yaman selatan, deputi kepala kepolisian Abdullah Mohammed tewas dalam "serangan oleh orang-orang bersenjata", kata situs kementerian pertahanan 26sep.net.

Anggota-anggota Al Qaida di Semenanjung Arab biasanya dituduh bertanggung jawab atas serangan-serangan terhadap personel militer dan pejabat yang meningkat dalam beberapa waktu terakhir ini di Yaman.

Kelompok itu mengakui serangan siang hari yang berani terhadap kementerian pertahanan yang menewaskan 56 orang pada Kamis.

Dua dokter dari Jerman, dua dari Vietnam dan satu dari Yaman tewas, juga dua perawat wanita asal Filipina dan satu dari India, kata Kantor Berita Saba.

Para pekerja medis yang tewas dalam serangan itu bekerja di sebuah rumah sakit di dalam kompleks kementerian tersebut.

Penyerbuan tengah hari itu merupakan serangan tunggal terburuk di Yaman selama 18 bulan ini.

Kompleks kementerian pertahanan itu "diserbu dan diserang pada Kamis... setelah mujahidin membuktikan bahwa di tempat tersebut ada ruang kendali pesawat tak berawak dan ahli-ahli AS", kata kelompok itu di Twitter.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida, demikian AFP.

(M014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013