Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lebih melindungi hak wanita dalam tayangan televisi.

"KPI memeliki beberapa keterbatasan penyikapan, oleh sebab itu kami memiliki tiga rekomendasi bagi KPI untuk melindungi hak-hak perempuan antara lain kami mendorong adanya perubahan kebijakan penyiaran," kata Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Kantor Komnas Perempuan, Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Rabu.

Perubahan kebijakan penyiaran tersebut utamanya agar KPI memuat perubahan cara pandang terhadap perempuan dengan tidak menempatkan tubuh perempuan sebagai sumber masalah moralitas melainkan wilayah otonom individu yang perlu dilindungi dari eksploitasi.

Sebagai contoh, KPI tidak perlu menutup belahan dada dalam sebuah tayangan televisi karena perempuan berhak memilih jenis pakaian yang diinginkannya.

Rekomendasi kedua, KPI harus membangun indikator operasional dalam mengawasi pelaksanaan pasal-pasal tentang larangan eksploitasi, objektifikasi, stigma dan pelecehan terhadap wanita.

"Kita butuh indikator-indikator yang lebih operasional sehingga tim pemantau di lapangan bisa bekerja lebih mudah dan lebih tepat, misalnya aturan tidak boleh eksploitasi terhadap perempuan dengan menunjukkan bagian tubuh tertentu yang dianggap membangkitkan birahi, ini harus diterjemahkan lebih lanjut bentuk tayangannya seperti apa," katanya.

Ketiga, Komnas Perempuan mendorong KPI meningkatkan kapasitas tenaga pemantau tayangan televisi agar mampu mengidentifikasi berbagai bentuk objektifikasi perempuan dan wacana yang justru menghambat upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang muncul di televisi.

Sementara itu, Koordinator KPI S Rahmat Arifin mengatakan KPI akan segera melakukan revisi pedoman perilaku penyiaran yangg selama ini dipakai acuan untuk menilai isi siaran.

"Kami harap Komnas Perempuan bisa memberi masukan operasional, misalnya kalau selama ini KPI dianggap cuma bicara di level fisik seperti pelarangan munculnya bagian-bagian tubuh yang bisa dianggap berkonotasi seksual dan vulgar, tolong Komnas beri masukan bagaimana supaya lembaga penyiaran tidak melecehkan perempuan secara fisik tapi juga konotatif dan stigmatisasi, dengan masukan itu tentunya pedoman perilaku penyiaran kami akan lebih sempurna dan tidak cuma peka terhadap seksualitas perempuan secara fisik tapi juga relasi perempuan dalam media," kata Rahmat. (I027)

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013