Membuat saya heran SK Presiden Nomor 87 itu bukan SK Patrialis saja, tapi menyangkut tiga orang Patrialis, Maria Farida Indrati, dan Achmad Sodiki. Sementara yang diekspos, diberitakan, adalah SK Patrialis,"
Jakarta (ANTARA News) - Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menduga ada motif-motif tertentu dibalik gugatan yang dilayangkan terhadap Keputusan Presiden Nomor 87/P/Tahun 2013 oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi.

"Membuat saya heran SK Presiden Nomor 87 itu bukan SK Patrialis saja, tapi menyangkut tiga orang Patrialis, Maria Farida Indrati, dan Achmad Sodiki. Sementara yang diekspos, diberitakan, adalah SK Patrialis," kata Patrialis dihubungi Antara dari Jakarta, Selasa.

Patrialis mengaku tidak tahu apa motif dan tujuan utama dari gugatan terhadap Keppres serta segelintir komentar tendensius di media itu, namun dia merasa seperti ada sentimen dari pihak-pihak tertentu terhadap dirinya secara personal.

"Padahal saya tidak mengganggu mereka. Mungkin mereka merasa lebih hebat. (Tapi) kalau berminat (jadi hakim MK) itu hak masing-masing," kata dia.

Patrialis juga menduga, pernyataan sejumlah pihak yang menyebut dirinya tidak negarawan karena menempuh upaya hukum banding terhadap Putusan PTUN, merupakan bukti pihak-pihak tertentu ingin dirinya cepat mundur dan gugur dari jabatannya sebagai hakim MK saat ini.

"Mereka mau tepuk tangan agar saya gugur dengan cepat. (Padahal) kalau saya tidak banding, hancur MK, sementara pemilu sudah dekat. Jadi ukuran negarawan atau tidak itu bukan perihal banding, tapi ukuran negarawan itu yang menguasai konstitusi," ujar dia.

Dia menekankan upaya banding terhadap Putusan PTUN dilakukan karena menurut dia, Keppres pengangkatan dirinya dan Maria Farida, sudah sesuai dengan UUD 1945 dan UU MK kala itu. Melalui Keppres itu Presiden berhak mengajukan tiga orang hakim MK dan tiada satu orang pun yang bisa ikut campur.

Upaya banding juga ditempuh guna meluruskan cara berpikir hakim pengadilan tingkat pertama PTUN itu.

"Putusan PTUN tentu kita hormati, tetapi kalau tidak sependapat tentu banding. Nanti dibahas dalam banding itu mengenai putusannya. Selain itu saya juga telah mendapatkan informasi dari Menkopolhukam bahwa pemerintah juga mau mengajukan banding," papar dia.

Sementara itu perihal pertimbangan putusan PTUN membatalkan Keppres karena pengangkatan Patrialis dan Maria Farida tidak transparan dan partisipatif, bagi Patrialis itu persoalan internal pemerintah.

Presiden, kata dia, tentu sudah memiliki satu sistem tersendiri dalam tata cara pengangkatan hakim. Presiden juga tentu sudah mendapatkan masukan dari berbagai pihak.

"(Lagi pula) kita ini kan bukan orang yang tidak dikenal masyarakat, kemudian seluruh syarat formal juga tidak ada yang tidak terpenuhi, jadi itu terserah pemerintah (menunjuk/mengangkat). Saya sebelum diangkat pun juga dipanggil Presiden, Menkopolhukam, Mensesneg dan lain-lain, saya ditanya visi-misinya apa," kata dia.
(R028/M019)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013