Ambon (ANTARA News) - Sidang kasus pencabulan dengan tersangka Sultan Mersida yang juga anggota caleg dari sebuah parpol besar di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis, berakhir ricuh.

Awalnya ketua majelis hakim Glenny de Fretes, SH yang memimpin sidang tersebut menyatakan persidangan tertutup untuk umum sehingga seluruh pengunjung dipersilakan meninggalkan ruangan.

Hanya majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan kuasa hukum tersangka serta penasihat hukum korban yang masih berada di ruangan.

Usai persidangan, keluarga terdakwa sempat ribut dan terlibat adu mulut dengan keluarga korban dan pengacara, Kapten CHK F.S Lumban Raja.

"Awalnya mereka ribut dengan ibu kandung korban dan menuduh anak perempuannya lebih duluan mencium pelaku Sultan Mersida, namun kakak pelaku justru mencaci maki keluarga korban," kata Lumban Raja.

Akibatnya keluarga korban emosi dan terjadi bentrokan dengan keluarga pelaku sehingga sempat terjadi perkelahian fisik dan ada anggota TNI yang melerai kejadian tersebut.

Jaksa kemudian berupaya mengamankan pelaku pencabulan tersebut ke mobil tahanan dan membawanya ke rumah tahanan Waiheru, tapi kakak pelaku melaporkan perkelehaian tersebut ke Pomdam XVI/Pattiumra.

Tersangka Sultan Marsida yang seorang mantan anggota Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Ambon itu diduga telah mencabuli korban di rumahnya di kawasan Kapahaha, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon) akhir tahun lalu.

Kericuhan kedua di kantor PN Ambon kembali terjadi saat berakhirnya sidang kasus pemalsuan surat tanah seluas 60 hektare di Namlea, Kabupaten Buru, dengan terdakwa Ny. Fatimah Wamnebo sehingga merugikan keluarga Ny. Emi Luhu.

Emi Luhu terpaksa berorasi di depan kantor PN karena meresa jengkel dan tidak puas dengan sikap Jaksa Penutut Umum (JPU) yang tidak tegas menghadirkan tersangka.

Karena dari enam kali persidangan, tersangka hanya hadir pada sidang awal tanggal 9 Desember 2013 lalu, kemudian yang bersangkutan telah kembali ke Namlea dengan alasan ayahnya meninggal dunia, padahal kenyataannya tidak.

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014