Bandarlampung (ANTARA News) - Sejumlah konsumen warga Kota Bandarlampung mengeluhkan harga elpiji yang masih tinggi baik dalam tabung berisi 12 kilogram maupun 3 kilogram, meskipun kenaikannya sudah ditetapkan dikurangi hanya Rp1.000 per kg.

"Harga elpiji sekarang masih tinggi, padahal kemarin sudah ada edaran kenaikannya tidak terlalu tinggi," ujar F Ali, warga Jagabaya II di Bandarlampung, Jumat.

Menurut dia, kenaikan harga bahan bakar gas itu yang tidak wajar beberapa hari lalu, seharusnya sudah dapat dianulir oleh PT Pertamina dan pemerintah sehingga tidak sampai berdampak menyusahkan masyarakat kecil.

"Agen-agen masih belum mau menurunkan harga penjualan elpiji, karena saat membelinya mereka masih menggunakan harga tinggi," kata dia lagi.

Ia melanjutkan, kondisi semacam ini biasanya banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga yang akan mengalami kerugian masyarakat miskin atau yang berpenghasilan pas-pasan.

"Masyarakat merasakan beban ekonomi yang sulit di awal tahun ini. Betapa tidak, harga elpiji 12 kg dijual mahal hingga mencapai Rp140.000 pada tingkat pengecer," kata dia pula.

Kenaikan harga elpiji tersebut tentu berdampak luas kepada masyarakat khususnya bagi warga yang secara ekonomi belum mapan.

"Kebijakan menaikkan harga elpiji 12 kg sangat memberatkan. Kami minta pemerintah segera melakukan evaluasi atas kebijakan Pertamina itu," ujarnya.

Meskipun saat ini sudah turun harganya, ia melanjutkan, agen elpiji belum menurunkan harga penjualannya.

Kondisi itu berimbas pada kenaikan elpiji 3 kg yang sekarang berkisar Rp19.000 hingga Rp20.000 per tabung.

Hal senada dikatakan warga Rajabasa Bandarlampung, Suheri, mengaku tidak berani membeli elpiji untuk dijual kembali karena harganya belum stabil.

"Repot Mas, mau beli nanti bingung jualnya lagi. Harganya masih tinggi, jadi mau dijual berapa ke masyarakat, kasihan orang-orang seperti kami ini," ujar pemilik warung kelontong di Labuhan Ratu itu lagi.

Ia berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Jangan hanya menjadi polemik untuk mendongkrak popularitas semata," kata dia pula.

(AS*B014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014